Tuesday 29 July 2014

Tentang cinta -----> Frozen & Brave

Ada jarak yang memisahkan kita
Mungkin tampaknya tersebab olehmu
Tapi tidak, ini karenaku
Memaksamu
Membuatmu tak memiliki pilihan
Menjauh dan merahasiakan
Apa yang lebih pedih dari merindu namun berpura-pura acuh, sayang?



Siapa bilang cinta hanya untuk mereka yang sedang dalam suasana merah jambu? Setelah Disney selalu menyajikan cinta sepasang putri-pangeran bertahun-tahun. Mulai dari cinta cinderella, putri salju, rapunzel, aladin, dst. Akhir-akhir ini Disney menghadirkan cinta berbeda. Lebih indah. Lebih mengharukan. Ah, airmata ini menitik kala menikmati dua film, Frozen dan Brave.

Kalau Frozen berkisah tentang cinta kakak beradik. Brave berkisah tentang cinta ibu dan anak gadisnya. Ok. Satu persatu ya.

Frozen. Ah, cinta kakak adik adalah cinta dalam diam. Siapa yang tidak pernah bertengkar dengan kakak atau adik? Tapi siapa yang tidak merindu dengan kakak atau adik saat berjauhan? Pada siapa lidah kelu jika mengucapkan selamat ulang tahun secara langsung? Pada siapa yang enggan menanyakan kabar apakah kau baik-baik saja disaat berjauhan? Cinta pada saudara. Pada kakak. Pada adik. Adalah cinta dalam diam. Tidak perlu ucapan. Tidak perlu manisan kata. Cinta itu tumbuh seiring keluarnya kita pada rahim yang sama.

Airmata saya berjatuhan saat Anna, sang adik mengajak kakaknya, Elsa bermain. Elsa di dalam kamar berpura-pura dingin. Padahal ia sendiri dingin oleh rindu bermain. Beruntung, saya memiliki masa kecil yang indah bersama keempat saudara kandung saya. Apa rasanya kesepian sedangkan kakakmu berdiam diri di kamar tanpa kamu tahu alasannya apa? Lebih lagi, apa rasanya kesepian menanggung perasaan bersalah, rahasia, dan rindu yang menggebu pada adik tersayang?

Itulah kisah Frozen. Kisah yang berakhir amat manis. Ketika percayanya sang adik pada cinta sang kakak. Ketika sang kakak hanya mengkhawatirkan keadaan sang adik. Happy ending. Sebab cinta kita, kakak. Yang menghilangkan jarak bertahun-tahun lamanya.


Brave. Merida adalah sosok putri yang paling saya idolakan. Dia tidak anggun atau feminim. Ia begitu bebas, bebas, dan bebas. Memanah, berkuda, layaknya seorang kesatria. Merida dituntut bersikap layaknya sang putri oleh ibunda. Dalam kisah ini, tidak ada sosok antagonis berarti. Merida memiliki hak menjadi apa ia kelak. Namun ibunda tak bisa disalahkan ingin menjadikan Merida sosok putri seutuhnya.

Ending film Brave lagi-lagi membuat airmata saya berjatuhan. Ah, sungguh. Cinta seorang ibu, adalah cinta sejati yang sebenarnya. Merida menyadari kekeliruannya menilai ibunda saat ia tak sengaja membuat ibunya berubah menjadi seekor beruang. Cinta seorang ibu, membuat Merida tak putus asa melakukan segala cara agar ibunya kembali berubah menjadi manusia. Akhir yang amat manis, saat Merida jalan-jalan menaiki kuda bersama Ibunda. Ibu yang kini memahami pilihan sang anak. Anak yang memahami cinta sang ibu.