Tuesday 25 October 2011

Seperti Hujan


Lelahkah kau hujan?
Melalui semua namun hanya berakhir tak berarti
Lelahkah jika perjalananmu dihargai sia-sia?
Kau masih harus menunggu matahari
Mulai dari awal lagi
Lelahkah?

Seharian ini aku tidak kemana-mana. Tidak ada yang lebih menyenangkan dilakukan ketika hujan turun seharian selain berdiam diri di rumah. Seperti hari ini, aku masih betah duduk berlama-lama di teras rumah. Memperhatikan titik-titik hujan yang menari pelan. Tak secepat tadi. Ah, memperhatikan hujan seperti memperhatikan diri sendiri.

Seperti Hujan

Seperti Hujan


Lelahkah kau hujan?
Melalui semua namun hanya berakhir tak berarti
Lelahkah jika perjalananmu dihargai sia-sia?
Kau masih harus menunggu matahari
Mulai dari awal lagi
Lelahkah?
Seharian ini aku tidak kemana-mana. Tidak ada yang lebih menyenangkan dilakukan ketika hujan turun seharian selain berdiam diri di rumah. Seperti hari ini, aku masih betah duduk berlama-lama di teras rumah. Memperhatikan titik-titik hujan yang menari pelan. Tak secepat tadi. Ah, memperhatikan hujan seperti memperhatikan diri sendiri.
Ekor mataku mengikuti arah titik-titik hujan yang tumpah di sepanjang saluran drainase. Selokan yang melintas di sepanjang rumahku. Aku tersenyum miris. Melihat kenyataan bahwa titik-titik hujan itu jatuh dan mengalir begitu saja kedalam selokan. Sia-sia bukan? Pikirkanlah, setelah melewati proses yang panjang. Mulai dari penguapan hingga menggumpal menjadi awan lantas turun menjadi titik bening air hujan. Ia jatuh begitu saja. Di selokan. Tidak di dedaunan atau meresap kedalam tanah. Hanya di selokan. Tidak di lautan atau danau tempat hidup penghuni-penghuninya. Ya, hanya di selokan. Berkejar-kejaran membentuk gelombang pergi entah kemana.  Benar-benar berakhir hanya di selokan.
Seperti hujan...yang jatuh di selokan...

Seperti itulah aku kini. Cukup lama aku berproses. Berusaha bisa mandiri tanpa lagi menjadi beban kedua orangtua. Tahun lalu, aku lulus dari program sarjana di Universitas Lampung. Setelahnya tentu, seperti lulusan perguruan tinggi kebanyakan, aku mencari lowongan kerja. Beberapa kali aku memasukkan lamaran, mengikuti seleksi penerimaan. Namun hasilnya tidak begitu baik. Beberapa kali juga aku menolak memasukkan lamaran dengan berbagai pertimbangan. Lantas pada satu titik, aku memutuskan untuk lebih berkonsentrasi usaha mandiri. Ya, mencoba usaha sendiri. Aku memulainya dengan membuka bimbingan belajar juga budidaya ikan air tawar. Dengan modal pas-pasan juga komentar-komentar negatif dari berbagai sudut aku tetap menjalaninya. Singkat cerita, kedua usaha itu tidak menghasilkan. Lantas untuk kedua kali aku coba kembali membeli benih ikan, lantas kembali membudidayakannya. Lagi-lagi, aku gagal. Untuk ketiga kali aku coba lagi. Masih gagal.
Begitulah, bukan cerita yang bisa dibanggakan memang. Pun usaha yang kulakukan belum ada apa-apa dibandingkan dengan berbagai kisah nyata para pengusaha yang kini sudah berhasil. Mereka gagal berkali-kali. Jatuh sudah menjadi kebiasaan mereka. Pun diremehkan orang lain juga sudah menjadi sarapan mereka. Mungkin aku memang lemah. Tidak cukup tangguh untuk bisa bersahabat dengan gagal.
Seperti hujan...yang jatuh di atap rumah....
Dalam suasana seperti ini, aku terbawa lebih dalam. Seperti ingin melengkapinya menjadi rasa yang sedih plus plus. Aku kembali mengingat-ingat beberapa episode ke belakang. Satu perjuangan yang tidak bisa kubilang mudah. Aku mulai mengambil SKS usul penelitian di tahun ketiga kuliah. Dengan semangat empat lima aku mengajukan judul penelitian kepada ketua jurusan. Satu bulan kemudian, persetujuan judul penelitianku keluar. Aku mendapat dua orang dosen pembimbing, yang sama-sama bergelar profesor. Kejadian yang cukup langka menurut bebrapa komentar kakak-kakak tingkat. Dua tipe dosen dominan yang dijadikan satu. Pasti susah, begitu komentar mereka.
Aku tahu, bukan pilihan tepat jika saat itu aku menyerah. Aku sama sekali belum mencoba.  Waktu itu, aku cukup percaya diri untuk menjalani semua. Pembimbing pertamaku, profesor bidang pembiayaan pertanian. Sedangkan pembimbing keduaku, profesor di bidang irigasi dan perairan. Mereka sama-sama tipe dominan, terbukti memang. Dalam kurun waktu lima bulan banyak sudah yang kulakukan. Namun aku seolah hanya berjalan di tempat. Dari pembimbing pertama ke pembimbing kedua tidak pernah bisa terhubung. Maksudku, dari draft usul penelitianku kedua dosen pembimbingku tidak pernah sejalan. Bisa ditebak, aku kewalahan ditengah-tengah.
Banyak kejadian yang membuatku terus-terusan sport jantung dan bahkan sering menangis. Dua jam diminta menjelaskan mengenai sistem agribisnis di hadapan dosen pembimbing, tentu dengan satu komentar: buruk. Lantas selama empat jam -di hari libur- aku pernah disetrap diruangan beliau. Diberi tugas memikirkan baik-baik sebab mengapa aku disetrap selama itu. Setelahnya aku baru tahu kalau aku terkunci di dalam gedung fakultas. Parahnya ternyata dosenku lupa, setelah mengajar beliau langsung pulang. Dalam suasana gelap dan tidak ada pulsa di hp aku benar-benar menunggu beliau datang dan menyelamatkanku. Syukurlah, sebelum adzan magrib berkumandang beliau datang.
Dua kali dalam seminggu aku rutin konsultasi. Tapi bisa dibilang, penelitianku stagnan. Tidak ada perubahan apa-apa. Aku akhirnya mengusulkan untuk prasurvey ke lokasi penelitian. Tapi apa yang kudapat? Tidak ada P3A. Tidak ada kelompok tani yang dimaksud. Sepulang dari sana, aku diberi tugas untuk kembali ganti judul penelitian dan mulai dari awal. Lantas dosen pembimbing pertamaku menyuruhku meminta pengajuan pergantian pembimbing dua. Beliau keberatan jika harus bersama-sama dengan pembimbing keduaku yang sekarang. Dengan asa yang nyaris mati, aku menghadap ketua jurusan memintanya pergantian dosen pembimbing –tidak hanya pembimbing kedua, pembimbing pertama juga-. Lama aku berfikir, tidak bisa seperti ini terus-terusan. Mungkin memang kesalahan ada padaku yang tidak memahami dan kurang menangkap pengarahan dari dosen pembimbing. Akhirnya aku pemutihan. Dikabulkan. Seperti hujan yang jatuh di atap rumah. Turun kebawah lantas kembali keselokan. Sia-sia. Sembilan bulan berlalu tanpa bekas.
Seperti hujan...yang jatuh di bahu orang...
Cukup susah bagiku untuk kembali mengumpulkan semangat disaat teman-temanku yang lain sudah mulai seminar hasil bahkan ada beberapa yang tinggal menunggu wisuda. Aku mencoba tetap tenang dan fokus. Tidak mungkin rasanya aku menampakkan wajah sedih ditengah kebahagiaan mereka. Aku mulai mengumpulkan bahan penelitian. Datang ke dinas-dinas setempat meminta data sekunder. Mulai kembali membuat kata demi kata di usul penelitian. Fokus konsultasi dengan dua pembimbing yang baru. Alhamdulillah, aku masih mendapat kemudahan ditengah-tengah ini semua. Aku mendapat dua pembimbing yang sangat membantu. Membebaskanku untuk menggali penelitian dan seperti amat tahu bahwa aku mengejar waktu (terima kasih pak Teguh dan bu Suryati). Singkat cerita, aku sudah menjalani langkah awal yang menurut sebagian besar dosen adalah setengah dari penelitian yaitu seminar usul penelitian.
 
Di bulan januari tahun 2010, tahun kelima aku menyandang gelar sebagai mahasiswa, akhirnya aku bisa turun lapang. Aku ingat sekali hari itu, berada di tengah-tengah hektaran sawah yang menguning siap di panen. Hari itu fikiranku seperti ngehang namun terus mengendarai laju kendaraan roda duaku. Aku sedang diatas motor, baru saja pulang dari sebuah desa di kecamatan trimurjo kabupaten lampung tengah. Berjarak sekitar 20 km dr rumahku. Sesak rasanya saat itu. Sekuat tenaga kutahan genangan airmata yang sedari tadi hendak tumpah. Tidak. Aku tidak perlu menangis. Tentu. Untuk apa aku menangis?
Tiba-tiba ada sms masuk. Dari temanku. Hari ini dia akan ujian sidang. Smsnya tertulis:
“agey...saya sudah sidang. Alhamdulillah gey selesai^^.”
Aku ikut bahagia. Tentu. Dia sahabatku. Sekaligus partner hati dan episode hidup yang kami namai perjuangan. Tapi, entah kenapa seketika airmataku tumpah. Aku menangis cukup keras. Untunglah kaca helmku gelap, sehingga aku bisa puas menangis. Aku iri? Mungkin. Saat itu yang terlintas dibenakku adalah satu kenyataan pahit. Di saat temanku sudah diakhir perjuangan kuliah. Aku sedang disini. Berdua-duaan dengan mendung yang sebentar lagi melahirkan hujan. Disaat dia bersukacita. Aku disini. Seharian berpanas-panas tanpa hasil.
Aku turun lapang untuk mewawancarai para petani padi. Khususnya para petani yang menggunakan benih dengan jenis tertentu. Dari data yang kudapatkan dari dinas-dinas setempat di lokasi inilah petani yang kumaksud berada. Tapi saat aku mendatangi lokasi. Keadaannya diluar dugaan. Tidak ada petani yang menggunakan benih itu. Tidak ada satu orang pun. Rasanya sendi-sendi tulangku lolos satu-satu kala itu.
Seperti hujan...yang jatuh di kubangan...
Puas menangis. Aku mulai bisa berfikir jernih. Aku sudah memutuskan tidak dulu memberitahukan keadaan di lapangan dengan kedua pembimbingku. Di hari kedua, aku mendatangi kedua belas balai desa di kecamatan trimurjo lampung tengah. Aku mencari tahu data petani dan benih apa yang mereka pakai di musim tanam terakhir kali. Aku mencari yang memakai benih bernas. Dan hasilnya, ada! Ada dua kelompok tani yang memakainya. Aku segera kesana. Dan merombak kembali isi kuisioner penelitianku.
Bukan hasil yang menggembirakan jika kemudian aku bisa lulus di bulan september tahun 2010. Genap lima tahun.
Seperti hujan...aku...
Ah, hujan sudah akan usai. Ia hanya meninggalkan sedikit demi sedikit titik-titiknya. Kuperhatikan lagi titik-titik yang jatuh ke selokan yang masih beraliran deras. Aku mendekat ke selokan. Mengikuti arus itu sepanjang jalan. Aku benar-benar ingin tahu sampai mana ia bermuara.
Sampailah aku disebuah bendungan. Cukup besar. Bisa kusaksikan air meluap-luap menuju muaranya. Hey, seperti danau. Tampak cukup tenang. Disinikah mereka bermuara? Berkumpul di dalam sebuah danau? Ekosistem danau mulai kuperhatikan. Aku terhenyak. Sadar oleh kenyataan.
Titik-titik hujan tadi. Tidak lantas sia-sia. Mereka terus berjalan, mengikuti arus hingga kembali ke tempat tujuan. Tidak sia-sia. Mereka menjadi tempat hidup para mahluk di danau. Tidak sia-sia.
Aku kembali berjalan kerumah. Tampak olehku serombongan anak-anak berlari-lari riang. Mereka basah kuyup. Aku ikut tersenyum lebar melihat tingkah mereka. Tertawa-tawa, sengaja menjatuhkan diri ke dalam kubangan. Juga serombongan anak yang bermain sepakbola. Juga basah kuyup. Hujan yang jatuh di bahu orang. Hey! Bukankah titik-titik hujan yang menjatuhi mereka-anak-anak ini- juga tidak sia-sia? Titik-titik hujan itulah yang membuat mereka begitu bahagia. Tertawa-tawa. Pun jika jatuh ketanah akan meresap. Menjadi sumber mata air kehidupan mahluk lainnya.
Aku berkali-kali mengucap istighfar. Atas pikiran yang terus-terusan meraja selama ini. Bukankah penelitianmu adalah berharga? Kau berhasil menggunakan alat analisis diskriminan yang pertama di jurusanmu berada, itu yang dikatakan ketua jurusan yang merangkap dosen pembahas. Bukankah kau mendapat nilai bagus atas kerja kerasmu? Bukankah tak masalah jika nyatanya usul penelitianmu di kopi paste sahabatmu lantas kau harus mengganti keseluruhannya? Bukankah kau melihat itu jauh lebih baik hasilnya? Kau berhasil. Tidak sia-sia.
Dan kini, jika masih jauh dari kata –menjadi orang-. Bukankah kau masih kuat untuk menuju ke arah sana. Siapkah kembali berproses menjadi titik hujan? Kembali menguap saat ini juga? Bukankah proses yang Dia nilai, bukan hasil. Buaknkah selain sungguh-sungguh masih ada jarak diantaranya yaitu sabar. Sabarlah dan terus berproses. Sampai satu titik. Sampai kau menjadi titik hujan yang bermanfaat. Entah harus melalui proses yang keberapa kali. Menjadilah hujan. Tak hendak menghindari. Tapi terus menjalani. Lagi dan lagi.
Aku tersenyum lagi kali ini. Tidak lagi miris. Terima kasih hujan. Hei! Kau yang jatuh di selokan, bahu orang, atap rumah, ataupun kubangan. Sungguh, kau sama sekali tidak sia-sia :)
Tidak lelah
Melalui semua selalu memiliki arti
Tidak lelah
Tidak sia-sia
Meski masih harus menunggu matahari
Mulai dari awal lagi
Tidak boleh lelah
 
 

Dreamy Idealist... It's me!


Saya suka menguji tipe kepribadian. terakhir kali lewat sebuah pelatihan, hasil tes kepribadian saya adalah: sanguinis melankolis. meski rada ragu dengan hasilnya (sanguinis: saya tidak terlalu ramai kalau di depan orang banyak, bahkan saya tidak suka tampil di depan umum( (melankolis: saya juga tidak suka dengan hal2 detail n mendalam. saya juga tidak begitu rapi dan penuh perencanaan). makanya saya bingung juga akhirnya. hehehe.

Nah, kali ini lewat http://www.ipersonic.com (ikut-ikutan ganis, tengkyu gan. hehe) inilah hasil tipe kepribadian saya. check this out!

***

Saturday 22 October 2011

[AUDISI NASKAH KISAH NYATA INSPIRATIF] The teacher is called the universe -Belajar dari semesta-


Pernahkah teman2 belajar dari alam semesta? Pernah tentu, meskipun alam semesta tidak mengajarkan lewat kata. Banyak sekali inspirasi yang kita dapat lewat kekhasannya yang memukau. Atas izinNya, para mahluk semesta itu ada-salah satunya- adalah untuk memberi kita pelajaran hidup. Hidup nyatanya adalah belajar. Dan guru ini. Guru kita yang satu ini bernama : semesta.

Berangkat dari pemikiran ini, saya berencana membuat buku kumpulan kisah inspiratif mengenai ilmu yang didapat dari semesta (semesta disini adalah alam semesta). Sekaligus sebagai syukuran pergantian nama 'pondok semesta' di dumay dan katalis terlahirnya taman baca 'pondok semesta' di dunyat.

Monday 10 October 2011

nasihat dari kakak

kakak mario teguh (sok akrab) say:


Adik-adikku yang baik hatinya,

Aku tahu engkau tak begitu suka jika aku berbicara mengenai kemalasan dan kebiasaan menunda, karena hal itu tak mendamaikan hatimu.

Tapi, ijinkanlah aku bertanya,

Apakah mungkin harapanmu untuk menjadi orang yang damai, mapan, dan terhormat itu dapat kau capai dengan memanjakan kemalasan dan mendahulukan penundaan?

Sadarilah bahwa kehidupan ini diwakili oleh manusia, dan jika engkau tidak membangun kualitas yang bisa mereka hargai, mereka akan menghargaimu dengan murah.

antara fajar dan senja


antara fajar dan senja... adakah beda? bukankah mereka adalah satu? hanya berubah nama...

sesuatu

ga sengaja nyetel tipi. liat ada hyun bin di sctv. ooo dia ke jakarta rupanya

lucunya, diajarin syahrini ngomong indonesia:

indonesia....sesuatu....

ada-ada aja

:D

O.Em.Ji

aljabar, gradien, persamaan linier, phythagoras....ternyata ada di kelas 2 SMP ya (-.-!!)

dulu kok kayak ga ada masalah

eh sekarang liat2 susah jg

hadeh...bisa ga ini num?

*kejedot tembok*

Saturday 8 October 2011

91011

hari ini cantik ya... tanggal sembilan, bulan sepuluh, tahun sebelas. nine, ten, eleven. 91011...^^

semangat!!!!

sedih II senang

saya bingung (bukan hal yg aneh num :<)

oke. saya memang sering bingung (lol)

terlalu sering bingung dengan rasa yang tiba-tiba (maksudnya?)

berubah tiba-tiba...

sesaat sedih...

lalu senang di detik setelahnya...

seperti hari ini. dua rasa yang datang tiba-tiba. harusnya tidak ada. tapi, entahlah. saya benar-benar tidak bisa mendeskripsikannya. mengapa? bagaimana?

Friday 7 October 2011

masih

pagi ini basah

tak hanya ada embun. satu paket gerimis sudah menyapa sejak dini hari. meski sinar fajar tak nampak. aroma basah tak kalah cantik ^^.

biasanya akan ada hal yang mengganggu. flu. detik ini pun begitu. hidung sudah memerah.
tapi tak apa. senyum masih terkembang hari ini...

bersama secangkir kapucino hangat...

juga sepiring nasi uduk plus sambal tempe...