Wednesday 30 November 2011

Belajar dari debu

satu-satunya alasan saya mengganti nama pondok dari autumn menjadi semesta adalah karena saya ingin meluaskan mind set. begitu banyak mahluk semesta yang banyak memberi pelajaran, pun termasuk musim autumn (musim yang membuat saya jatuh cinta). baiklah. semoga selalu bisa belajar dari semesta. saya. juga kamu :)

saya ingin menuliskan salah satunya. satu nama yang tiba-tiba muncul saat saya sedang terserang flu (lagi-lagi). saya akrab sekali dengan flu. bisa dibilang begitu. tapi alhamdulillah bukan sinusitus. kata dokter, saya alergi. alergi debu dan udara malam (saya tahu ini 6 tahun yang lalu, kabar yang membuat saya berkata dalam hati: wah, udang. ternyata kamu punya teman, debu dan udara malam *geje).

Sunday 27 November 2011

Cerpen hebat :P

Inilah tiga cerpen hebat saya. Saya katakan hebat, sebab ada proses berbeda saat membuatnya. Lebih membuka mata. Ada sisi lain dunia cerpen yang baru saya ketahui. Ending tak tertebak. Saya baru belajar. Dan terima kasih aw, sudah menjadi guru saya :)

-------------------------------------------------------------
1. AKU MEMBENCI HENDRI


Aku membenci Hendri. Sama seperti aku membenci Pak Beni, kepala bagian personalia tempatku bekerja. Bedanya, kalau aku membenci pak Beni karena ia kaya dan sewenang-wenang. Memiliki kedudukan dan suka memaki orang seenak jidatnya, termasuk terhadapku. Aku iri. Mengapa orang dengan sikap menjijikkan seperti itu bisa kaya dan memiliki kedudukan penting di perusahaan ini? Sedangkan Hendri, aku membenci Hendri bukan karena ia kaya. Bukan juga iri. Iri dengan apa? Dia hanya pegawai rendahan di kantor ini. Meja kerjanya pun paling pojok belakang. Pergi bekerja hanya dengan sepeda motor butut keluaran tahun 2006. Rumahnya masih mengontrak di pemukiman padat penduduk. Untuk ukuran seorang ayah dengan empat orang anak. Hendri sama sekali tidak bisa dibilang sukses dalam pekerjaan.

Saturday 26 November 2011

Autumn

Ketika musim gugur tiba,
Daun berguguran ditiup angin utara,
Dengan girimis tipis,
Disambut kabut bak tirai perawan suci,

Daun berguguran satu demi satu menghujam bumi,
Berputar putar bak penari sufi dari Turki,
Melayang layang di udara sambil terus berputar berputar,
Mengucap tasbih yang hanya dimengerti olehNya sendiri,

Daun yang kuning kemerahan menebar keindahan ciptaan-Nya,
Menari nari dihadapanmu menunjukkan kekuasaan Illahi,
Yang kadang tertutup kabut cinta materi,
Hingga tak mengerti bahwa itu adalah amanah illahi,


Alhamdulilillah ya Illahi,
Kau ajarkan kembali nilai pengorbanan,
Dari daun yang berguguran yang rela menghujam bumi,
Karena menopang pohon induknya,
Dengan keyakinan akan kembali hijau di musim semi,

Tak apa kami berguguran,
Asal kau tetap berdiri tegak menghujam bumi,

Ada musim gugur di belahan bumi utara,
Ada musim semi di belahan bumi selatan,
Di saat bersamaan musim gugur dan musim semi,
Menari bersamaan membentuk keindahan alam,

Ada keindahan pada setiap musim yang diciptakanNya,
Daun yang kuning kemerahan,
Berjatuhan sambil melayang di udara,
Berputar-putar bak penari darwis yang sedang fana,
Sambil melantunkan tasbih,
Yang dimengerti olehNya sendiri,

Keindahan ciptaanNya,
Kau temukan juga saat daun berguguran,
Ntah berapa milyar daun berguguran di berbagai negeri,
Telah menciptakan suatu tarian sunyi,
Menimbulkan nyanyian simfoni yang bercitra tinggi,
Bagi yang mengerti dan memahami ayat-ayat Illahi,
Betapa besar ayat-ayatNya yang berteberan di jagat raya ini,
Termasuk saat daun yang berguguran,
Yang menari dan berputar sambil melayang dan bertasbih,
Dengan caranya sendiri dan dimengerti oleh-Nya,

Bagitu banyak ayat-ayatnya bertebaran di muka bumi,
Lalu nikmatNya yang mana lagi yang mau kau dustakan,

Ah… seandainya kau mengerti,
Ada Dia di balik setiap materi dan setiap kejadian yang terlihat alami,
Namun kau terkunci mati,
Karena mengejar materi yang tiada henti,
Lalu kapan kau kembali,
Pada Dia yang hakiki dan Abadi.

Daun yang berguguran,
Mengajari kembali jiwa-jiwa suci,
Bahwa ada hidup sesudah mati,
Ada musim semi setelah musim dingin,
Ada kehijuan mengganti dedaunan yang telah berguguran,
Di musim semi nanti.

Lukisan ke MahabesaranNya di musim gugur telah kembali,
Terpampang di setiap jalan yang kau lalui,
Membuka ketentraman jiwa dan hati,
Dengan daun yang berguguran,
Memompa para seniman untuk berkraesi kembali.

Ya illahi,
Dedaunan telah gugur dan terus bertasbih memuji-Mu,
Tasbih yang dimengerti oleh-Mu sendiri,
Memuji illahi dengan ketabahan yang sangat tinggi,
Dedaunan terus bernyanyi dipadang sunyi,
Sambil terus bertasbih,
Memuji karya illahi yang sudah mengabadi,
Terukir tajam dalam bumi,
Itulah karya Illahi,
Yang bercitra tinggi tanpa henti.

Demikianlah bumi terus berputar dan musim terus berganti, dengan belajar musim gugur, ada rasa optimis yang tinggi buat manusia yang mau mempelajari tanda-tanda atau ayat-ayat yang datang dariNya, itulah ayat-ayat kauniyah dari sekian banyaknya ayat-ayat kauniyah yang terbentang di alam semesta ini.

Ayat kauniyah yang terbentang di musim gugur adalah salah satu sikap yang mau berkurban untuk kehidupan bersama, diperlihatkan dengan sangat jelas ketika daun-daun berguguran, agar pohon induknya tidak mati. Dan pohon yang kelihatan mati tersebut, akan menghijau kembali di musim semi dan akan sangat lebat di musim panas. Allahu Akbar !

Ada filosofi yang terbungkus dalam musim gugur dan saat daun berguguran. Itu ayat-ayat kauniyah baru di musim gugur, belum lagi ayat- ayat kauniyah di musim dingin, musim semi dan musim panas. Banyak sekali ayatNya yang terbentang di sana.

Di negara yang mengenal empat musim, Allah lebih banyak "menebarkan" ayat-ayat kauniyah-NYa di bandingkan dengan negara-negara yang mengenal hanya dua musim, mengapa?

Ya karena disetiap musim yang berganti, kita akan dapat pembalajaran baru dariNya, karena disetiap musim mempunyai karakter sendiri-sendiri. Subhanallah. (Syaripudin Zuhri)

sumber: http://www.eramuslim.com

Monday 14 November 2011

Begini saja



Lebih suka jika begini

tak ada alasan untukku menghalalkan yang belum halal

lebih tenang jika begini

jangan paksa aku untuk mengubahnya...

Tuesday 8 November 2011

Mozaik cerita sketsa maya

Oleh Faricha Hasan

Awalnya, menjadi seorang fesbuker hanyalah sebuah iseng untuk sekedar kabur dari penat yang saya rasakan. Tak ada sebuah target pasti kecuali hanya having fun saja and no more. Namun kemudian, banyak hal yang ternyata bisa saya ambil hikmahnya. Dunia maya, seperti yang banyak orang katakan, bisa berdampak positif atau negatif tergantung dari penggunanya. Jadi, alih-alih menyia-nyiakan waktu di dunia fesbuk hanya dengan sekedar iseng dan pelarian saja, saya mulai mencoba hal baru, membuatnya lebih berguna agar saya tidak termasuk orang yang merugi. Ya, ibarat pepatah, sekali dayung dua tiga pulau terlewati, saya mencoba memanfaatkan fesbuk sesuai hobi yang lama terpendam. Menulis. Sebuah hobi yang seperti terfasilitasi di jagat fesbuk dengan adanya fitur note yang kemudian merambah lebih luas dengan mengikuti berbagai lomba yang banyak diadakan secara online. Bersyukur, banyak akun di friendlist saya adalah para penulis, penerbit, atapun mungkin hanya sekedar penyuka buku yang menambah referensi kepenulisan saya. Ah, this is I called a gift. Thanks God for this.

Wednesday 2 November 2011

Aku dalam rasa

Kali pertama, aku mulai mengeja rasa. Pada pelangi yang terlukis sempurna. Saat orang-orang histeris saling berkata,”Ada pelangi...ada pelangi.” Lantas berebut ingin menikmati indahnya. Aku hanya mampu berdiri di satu sudut. Berdecak kagum tanpa ingin si pelangi tahu. Setiap kali ia muncul, setiap itu pula senyum juga binar mataku terukir nyata. Beberapa kali pelangi menangkap basah aku yang sedang mencuri-curi pandang. Untunglah ia tersenyum, amat indah. tapi pelangi, rasa itu mudah saja terhapus seperti mudahnya engkau terhapus dari langit, begitu saja. Ah, langit...tiba-tiba kau berganti warna menjadi malam.

Aku melihat bintang. Ada begitu banyak bintang. Semua orang lebih suka melihat yang paling terang. tapi kau, bintang kecil. Mampu mencuri ekor mataku untuk tak berpaling. kau dengarkan segala rasa. Suka duka. Kau mengerlingkan cahaya dan selalu berkata:”tidak masalah, kamu pasti bisa.” Kukatakan padamu aku tak begitu suka kau nampak. Namun jawabmu kala itu,”aku ada. Disuka atau tidak.” Aku bingung. Sebab rasaku tiba-tiba membuncah. Aku larut berlama-lama dalam atmosfer yang kau bilang duniamu, bukan duniaku. Ah, tak apa bintang. Kataku kala itu. Kita sama. dan kamu istimewa. Sejak kapan kau tiba-tiba menghilang bintang? Menyisakan tawar yang membuatku tak bisa berkata-kata. Jujur, aku kehilangan. Maaf. Katamu kala itu. Aku tak pantas. Tak cukup terang untukmu. Aku kelu. Tak paham.