Wednesday 1 January 2014

Gigi seri yang sombong



“Makanan datang!!! Kalian siap teman-teman?!” Seru salah satu gigi seri bersemangat.
“Siaaaap!!!” Kompak sekali seluruh pasukan gigi menjawab
“Wow! Lihatlah, tuan kita memakan brownieslezat kali ini!” Salah satu gigi taring mengintip dari celah bibir

“Horeeeee!!!!” Sambut pasukan gigi semangat sekali
Potongan brownies yang lembut itu satu persatu masuk ke mulut. Ini sih pekerjaan mudah. Tak butuh tenaga banyak. Tim gigi seri menggigitnya. Lalu segera dikunyah oleh tim gigi geraham. Tanpa perlu dicabik oleh tim gigi taring.
“Ayo....dorong!!!!!” Teriak gigi geraham. Si lidah pun ikut membantu. Hap! Masuklah browniesyang telah halus itu kedalam rongga tenggorokan.
“Terima kasih” Ucap tenggorokan
“Sama-sama!” Jawab pasukan gigi sangat kompak. Kalau tak ada pasukan gigi, tentu tenggorokan akan kesusahan menelan makanan yang masuk.
Sambil menunggu tugas berikutnya, pasukan gigi kembali berbincang-bincang.
“Aku paling suka kalau tuan memakan brownies. Manis sekali.” Komentar salah satu gigi geraham.
“Kalau aku lebih suka tuan memakan permen mint.Tubuhku jadi segar.” Salah satu gigi seri berkomentar lain.
“Ngomong-ngomong, hari ini tuan kita belum makan daging ataupun ikan ya.” Salah satu gigi taring bergumam pelan
“Memang kenapa, ring? Kau sedih karena tidak banyak bekerja ya? Hahahaha” Ledek salah satu gigi seri.
Si gigi taring diam tak menjawab. Sebenarnya memang begitu adanya. Sejak pagi, ia dan tiga gigi taring lainnya sedikit sekali bekerja. Itu pun hanya membantu pekerjaan gigi seri. Hanya memotong tempe goreng.
Hahaha. Bisa dikatakan, kalaupun kalian tidak ada. Kami masih tetap bisa bekerja!” Gigi seri yang lain menambahkan
“Hei! Kau tidak bisa mencabik makanan! Hanya kami yang bisa melakukan itu!” Bantah salah satu gigi taring kesal
“Tetap saja, kamilah gigi paling penting di pasukan gigi.” Tim gigi seri mulai sombong
“Iya! Bahkan tuan kita saja, paling sering memamerkan indahnya tubuh kami.”
“Sudahlah. Mengapa kalian jadi ribut. Kita kan sudah lelah seharian ini.” Salah satu gigi geraham melerai
“Tidak usah ikut campur, geraham. Tidur saja kau sana! kalau kalian bicara, baunya sangat tidak sedap.” Gigi seri justru semakin menjadi-jadi
“Hei mengapa kalian juga mengatai kami?” Panas juga tim gigi geraham mendengarnya
“Kami bicara apa adanya. Kalian paling susah dijangkau sikat gigi. Kalian tim paling jorok di pasukan gigi. Sangat mudah digerogoti kuman sampai berlubang. Hiii!!!!” Semua tim gigi seri tertawa terbahak-bahak. Lucu sekali.
“Kalian benar-benar sudah keterlaluan!” Teriak gigi geraham kesal.
“Sudahlah, geraham. Kita lihat seberapa hebat tim gigi seri. Apakah mereka benar-benar bisa melakukan pekerjaan tanpa kita.” ucap gigi taring
Tim gigi geraham dan tim gigi taring mogok bekerja. Awalnya tim gigi seri percaya diri sekali. Bisa melakukan pekerjaan pasukan gigi sendiri. Lama-kelamaan mereka lelah juga. Apalagi baru saja tuan mereka memakan daging kambing. Mereka terpaksa mencabik-cabik daging itu sekedarnya. Belum sempat melembutkan daging itu, mereka sudah nyaris pingsan.
“Kalian ini bisa tidak sih melembutkan makanannya? Aku kesusahan mendorongnya. Lambung bilang padaku. Katanya lama-lama bisa membahayakan tuan kita.” Protes si tenggorokan
Tim gigi seri tak menjawab. Mereka tidak bisa berkata apa-apa.
Akhirnya, tuan mereka jatuh sakit. Akibat makanan yang tidak diolah dengan baik.
“Ini gara-gara kalian gigi seri!” Ujar lidah kesal. Selama ini, lidah diam saja. Tapi kalau tuan sudah sakit begini, lidah juga ikut kesal pada tim gigi seri.
“Segera berbaikan dengan gigi geraham dan gigi taring. Menyusahkan saja!” umpat tenggorokan menambahkan.
Tim gigi seri bungkam. Mereka masih enggan meminta maaf.
“Sudahlah. Kami tidak mogok kerja lagi, kok. Lain kali kalian tidak boleh sombong seperti itu, seri.” Salah satu gigi geraham angkat bicara
“Iya, kalian memang pemimpin pasukan gigi. Tetapi kita semua penting disini.” Imbuh salah satu gigi taring
“”Ma.. maafkan kami ya, teman-teman.” Ucap tim gigi seri bersama-sama
“Tidak apa-apa. Kami juga menyesal sudah membuat tuan kita sampai sakit.” Jawab salah satu gigi taring mewakili yang lain.
Sejak itu, pasukan gigi semakin kompak menjalankan tugas dengan baik. Tentu saja, semua pekerjaan akan lebih mudah jika dilakukan bersama-sama.
***
Dimuat di Lampung post tanggal 7 April 2013

Leleo dan kumis ajaibnya



Meskipun hari ini tidak begitu cerah, Leleo si ikan Lele, tetap bergembira. Ini adalah hari pertamanya menjadi penghuni sungai Asri. Setelah tiga hari Leleo melakukan perjalanan jauh dari kampung halamannya.
Sesekali Leleo bernyanyi sambil meliuk-liukan tubuhnya. Tak jarang  ia menyapa hewan-hewan lain yang ditemui di jalan. Ada Pak Penyu, Paman Gabus, Ibu Gurame,  juga serombongan anak-anak Sepat. Leleo hendak berkenalan dengan penghuni sungai yang bakal menjadi teman-teman barunya. 

“Hai, namaku Leleo. Siapa namamu?” Leleo memulai perkenalan saat bertemu dengan seekor ikan Tawes.
“Namaku Etaw,” jawab si ikan Tawes sambil tersenyum. Leleo segera membalas dengan tersenyum lebar.
“Sepertinya kamu ikan baru di sungai ini ya?” tanya Etaw sambil mengitari Leleo
“Iya, aku dari sungai yang sangat jauh, namanya sungai mata kucing. Kamu pasti kaget mendengar namanya, bukan? Tentu saja namanya terdengar aneh. Karena sungai kampungku itu kalau dari jauh terlihat berwarna hijau seperti mata kucing. Uh, tapi jangan salah kalau kau sudah masuk kedalamnya. Airnya jernih dan berlumpur. Asyik sekali untuk bermain-main seharian,” terang Leleo panjang  lebar.
“Lalu mengapa kamu pindah kemari?” tanya Etaw.
“Aku hanya bosan. Ingin sekali berpetualang ke sungai yang lebih indah. Mungkin saja bisa lebih menyenangkan,” jawab Leleo disambut anggukan kepala Etaw.
“Sombong sekali kau, ikan baru!” tiba-tiba terdengar cibiran yang ternyata berasal dari seekor  ikan Betok.
“Sombong? Oh! Maaf, aku baru sempat memperkenalkan diri. Namaku Leleo. Siapa namamu? Apakah kau juga ingin mendengar petualanganku saat melawan arus?” tanya Leleo
“Jangan sok hebat kau, anak berkumis. Lucu sekali. Masih kecil kok sudah berkumis. Hei! Kau harus tahu. Di sungai ini satu-satunya yang berkumis hanyalah Pak Lele tua. Itu pun karena dia sudah tua. Hahahaha,” ejek si ikan Betok
Tak pernah Leleo diejek seperti ini. Ejekan ikan Betok itu benar-benar membuat Leleo kesal. Ingin sekali ia marah. Tapi ditahannya.
“Kau tidak boleh berkata seperti itu, Ebot,” ujar Etaw.
Ternyata nama ikan Betok itu adalah Ebot.
“Apa urusanmu, Etaw? Anak itu yang sombong!” Ebot membantah.
Leleo memilih diam dan pergi. Ah, lebih baik Etaw juga tidak usah mendekatinya lagi. Leleo jadi rendah diri. Ebot benar, Leleo sangat jelek dengan kumisnya.
Keesokan harinya, Leleo tidak lagi semangat seperti kemarin. Seharian ia hanya berdiam diri di dalam lumpur yang menjadi tempat favoritnya. Etaw yang beberapa kali membujuk Leleo pun tidak berhasil membuat Leleo kembali semangat dan ceria lagi.
Saat Leleo masih terpekur sedih, sayup-sayup didengarnya suara meminta tolong.
“Tolong! Tolong!”
Leleo segera pergi menuju sumber suara itu.
“Tolong! Anakku hilang! Anakku satu-satunya hilang! Oh, Tuhan, dia masih sangat kecil,” Ibu Gurame menangis tersedu-sedu.
 Seluruh penghuni sungai panik. Mereka sibuk mencari anak Gurame. Belum pernah terjadi kehilangan seperti ini selama sebulan terakhir. Mungkinkah anak Gurame tersangkut kail? Olala, ini mengerikan sekali.
Leleo juga ikut panik. Tapi Leleo urung bergabung bersama Etaw dan ikan lainnya mengingat ejekan Ebot kemarin. Leleo memutuskan untuk mencari anak Gurame dari arah yang lain. Ia melawan arus ke arah hulu sungai. Lantas berbelok ke tikungan sebelah kanan badan sungai. Menjejaki setiap lumpur sungai dengan kumisnya. Leleo bisa mengenali bau hanya dari kumisnya.
Leleo merasa ada sesuatu di timbunan lumpur. Ada bau yang tak asing. Leleo memastikan dengan mengendus-ngedus bau itu dengan kumisnya. Hei! Bukankah ini bau khas ikan. Leleo mulai masuk kedalam lumpur yang lumayan tebal itu. Diraba-raba sesuatu itu dengan mulut dan kumisnya. Terlihat anak Gurame tergeletak pingsan disana. Leleo menarik nafas lega setelah tahu anak Gurame masih bernafas.
Leleo segera menarik anak Gurame keluar dari timbunan lumpur. Dengan susah payah, ia membawa anak Gurame yang masih pingsan itu ke tempat ibunya.
“Itu anakku! Terima kasih, Leleo!” teriak ibu Gurame saat melihat Leleo.
Semua terhenyak dan menyusul Leleo. Beberapa membantunya membawa anak Gurame. Seluruh penghuni sungai bergembira dengan ditemukannya anak Gurame. Berkat Leleo dan kumisnya.
“Kumismu ajaib sekali, Leleo,” puji Ebot.
Leleo tersenyum mendengarnya.
***

Leleo dimuat di Lampung post tanggal 24 Maret 2013