Monday 2 July 2012

About: mb dew dan si ijo ^^

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Entah kenapa mood menulis saya buruk akhir2 ini. Saya belum terbiasa menulis rutin. Satu-satunya yang membuat saya betah nulis berlama-lama baru sebatas deadline. Fiuh... saya lebih sering sibuk dengan pikiran saya sendiri tanpa dituliskan setelahnya...:(

Sebenarnya tulisan ini sudah dibuat sejak bulan mei lalu. Start awal mei setelah satu jam saya habis menyantap si ijo manisnya mbak dew. Tidak ingin langsung berkomentar, sebab ingin memberi tulisan ini sebagai surprise. Tapi lagi-lagi terbentur mood. Sampai hari ini saya berazzam merampungkannya. Suer mbak! Hari ini selesai.^^

Faricha hasan. Saya mengenal nama itu di dumay saat moment lomba menulis cerpen bertema juara yang diadakan taman sastra. Lomba yang pertama kali saya ikuti di dumay setelah saya kembali menonaktifkan fb dengan niat “hanya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas nulis”. Awalnya saya sedang berselancar di note note para saingan juara, hehe. Untuk membandingkan rumah saya dengan rumah mereka. Beberapa tulisan tidak sampai habis saya baca. Beberapa sudah saya tebak intinya sebelum saya selesai membacanya. Tapi lain hal dengan rumah satu ini, rumah kaca berselimut embun namanya. Ia habis saya lahap kurang dari 1 menit. Wow! Saya sangat terkesan dengan tulisannya. Sangat ringan dan renyah. Seperti menyantap cemilan enak tanpa terasa sudah habis. Khas sekali!

Spontan saya mengadd pemilik rumah itu, dan mengirimnya sebait pesan kesan juga saran. Faricha hasan. Saya baru ngeh ternyata nama itu mirip dengan nama saya, sama sama berinisial FH. Dan akhirnya saya tau, nama aslinya dewi. Mb dew. Begitu orang-orang memanggilnya di status or komen.
Saya bukan termasuk orang yang mudah berteman akrab dengan orang lain di dumay. Apalagi di fb yang dalam rencana saya saat itu –tidak lama2-. Tapi mb dew, penulis keren ini adalah pengecualian. Ia sangat menginspirasi. Meski saya jarang komen ataupun mampir di pondoknya. Selalu ada dari mb dew yang membuat saya berucap dalam hati: iya juga ya. Oh gitu ya?....hehehe (sering ngintip status n note,hihihihi)

bentar-bentar, sebenernya niatnya mo bahas si ijo kok......hadehhhh...
Ok. Pending dulu tentang mb dew. Sekarang kita bahas si ijo. :D
***
Buat saya. Barter antologi cerpen dengan sebuah novel itu sangat tidak seimbang. Tidak adil. Tulisan di kumcer yang cuma seiprit, kok mau dibarter tulisan di novel yang lebih dari seratus halaman. Ga adil kan? Tapi, buat mb dew itu ga masalah (alhamdulillah), mungkin karena dia sangat ngefans dengan tulisan saya,wkwkwkw (geje mb:P). Akhirnya kesepakatan dibuat. Si ijo nyampe duluan di lampung^^, meski proses sampainya ia di tangan saya cukup menjengkelkan (plis mbak, jangan pake jasa pos itu lagi deh lain kali, lupa namanya apa?masa anum disuruh ketemuan di depan mol alesannya kejauhan rumahnya, trus pas udah nunggu eh dia bilang besok aja paket masih aman. Hadeh bolak balik ;(“...)

Saya senyum2 membaca surat cinta mb dew, disitu juga ada tulisan keren: when we believe, miracle happens, tu kan selalu menginspirasi^^. Eh saya lebih senyum2, lebar banget malah. Girang sangat setelah menemukan nama saya di deretan thanks to....huwaaaaa ini pertama kalinya may nem nyantol di karya sastra euy ;D. *syukron mb, mb juga guru menulisku loh....suer tekewer kewer* Namaku ada di dalam tubuh si ijo. Si ijo yang buat saya kesengsem pas liat wajahnya yang sejuk itu;)

Mozaik sekeping hati, tentu saja bercerita tentang hati dan apa yang dirasakan oleh hati. Hati seorang Leya. Kembali bertemu dengan si pengisi hati, yang ditakdirkan tidak menjadi penghuni hatinya. Kak ical bersama anak dan istrinya, kak Iza. Wah, kebayang gimana rasanya?

Hmm,,,sakit pasti (sok tau) kalo ‘rasa’ itu masih ada, lebih sakit lagi (amat sok tau) kalo dari sikapnya si raja tega bernama kak ical (yang menurutku sebagai pembaca juga sangat tega! Esmosi) itu seolah-olah masih ada ‘rasa’. Selalu begitu. Setiap kali hati terbentur pada sesosok lelaki, dan benturan itu tepat mengenai inti hati, lantas byar! Hati berbentuk keping-keping yang hanya bisa disusun oleh si penghancur. Eh tau2nya dia ga bisa (ditakdirkan untuk ga bisa) menyusun kembali kepingan2 itu. Setelah susah payah disusun lagi tanpa tau benar2 tersusun atau tidak. Dia datang lagi, membentur hati,
“Aku benar-benar kehilangan kamu.”
lantas byar!
Hancur lagi!
Nah loh?
Hehehehe...
Dia ga bisa (memang ditakdirkan untuk ga bisa) menyusunnya lagi. Dia cuma bilang,
“Aku hanya menganggapmu sebagai adik.”
Fiuuhhh...kasian....
Hehehehe...

Ah, saya jadi teringat dengan kata2 seorang teman dari kaum mars juga,
“Kalau berteman dengan cowok, jangan pake hati.”
Again, saya pun pernah denger lirik lagu dri boyband, kalo ga salah max5
“Sudah kubilang jangan pakai hati...kalau ga mau patah hati....” kira-kira gitu liriknya.
Ah, emang ga baik main-main dengan hati. Main dengan api. Mending main hujan aja. Hujan-hujanan.
Kembali ke note....

Terlepas dari perbedaan apa yang difikirkan dan dirasakan para kaum mars maupun kaum venus (yang emang suka ga nyambung). Novel ini lebih menekankan pada penerimaan kita, sebagai hamba, terhadap takdir yang telah Allah tentukan. Leya diuji penerimaannya atas takdir Allah, bahwa kak Ical (anum ga suka dengan orang ini, mbak. Hehe) bukan jodohnya. Pun menyadarkannya pada sesosok lelaki bermata teduh yang sederhana, Fajar (nah, yang ini suka. Mehehehe), ada nama itu di sekeping hati Leya. Intinya kita baru merasa kehilangan setelah ia tidak ada di sebelah kita. Dan beruntungnya leya adalah si fajar masih bisa kembal i untuknya...hepi ending^^. hmmmm, puisi dibagian akhir...so...
Cinta yang sederhana...
(apa mereka ga tau, itulah yang wanita mau) geje.com

Ending yang romantis, tapi lebih romantis kalo diceritain mereka nikah mbak,hehehehe.
Ga ada kritik berarti kok mb untuk si ijo. Alurnya pas, enak banget. Lagilagi khas mb dew, renyah! Ada beberapa salah ketik aja. Ingetnya yang di halaman 139 ‘mengenalkanmu’ harusnya ‘mengenalkanku’. Trus anum kecele mb, kirain leya itu aleya eh ternyata adelia. Ini mah nyambungnya juga aleya. Jadi sapa yang salah? :D wkwkwkwk

Intinya saya menikmati si ijo tanpa komentar ‘kritik kurang’ dari novel ini. Mb dew udah berhasil membuat novel keren, dan saya iri. Novel ini diterbitkan juga. Lagi-lagi ‘saya iri’. Pesan yang amat dalam (ini kan kekuatan kritik anum mb, ternyata di si ijo ga berlaku) alhamdulillah saya dapat. Takdir Allah. Jujur, saya termasuk orang yang sedang dilema dengan takdirNya. Allahu Robbi. Engkau pasti merengkuh kami. Tengkyu jiddan mba*_*

“tak ada yang lebih baik daripada yang telah ditakdirkan Allah, karena itu kami rela, mesti tak sepenuhnya mengerti. Karena yang terindah adalah rahasia.” D. Zawawi Imron
 ***
Faricha hasan. Adalah sahabat di dumay yang spesial buat saya. Tanpa ia sadar, banyak yang saya pelajari darinya. Pun termasuk saat dengan spontan ia mengenalkan saya pada dua orang mahluk adam (again, saya termasuk orang yang susah akrab dengan orang di dumay, apalagi laki-laki,hehehe). Tapi seperti mb dew, kedua orang ini (mas ibnu dan mas aw) pun menginspirasi. Lagi-lagi membakar semangat menulis saya. Mereka bertiga ini sangat rutin menulis. Note penuh, blog ga pernah sepi. Selalu terisi. Wah,,,,,saya butuh berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk menulis 1 note saja. Tengkyu spiritny! Tengkyu inspirasiny!
Suatu hari saya ingin kopdar ke pondok kupu2nya mb dew.
Berikut pondok hati dan pondok delima.
Dan mereka bisa main ke pondok autumn saya.
Juga danau ranau karnau.....:D
Semoga

Pondokautumn, 2 Juli 2011

Thursday 21 June 2012

Iqra semesta: Belajar dari Debu

Sekian lama tak bisa bersahabat dengan debu, membuat saya mau tak mau memikirkan benda ringan yang satu ini. apa sebabnya ia yang nyaris tak memiliki massa, mampu membuat hidung saya dengan cepat terserang flu. sedikit saja bersinggungan, maka beberapa jam kedepan hidung saya akan gatal, memerah, mamfet (hehe), dan bernyanyi hatchi hatchi :D


Tapi pada akhirnya, bukan jawaban dari pertanyaan itu yang terpikirkan di benak saya. hal lain. debu. ringan. beredar dimana-mana. nyaris tak tampak. namun, jika dihitung jumlahnya. bisa saja debu itu terkumpul menjadi sebuah gunung. banyak. sangat banyak.

Monday 11 June 2012

Sky And Me

Seminggu terakhir, aku mulai bercermin pd langit. Pagi mendung. Siang panas. Sore hujan. Malam basah. Pagi berkabut. Siang hujan. Sore basah. Malam kian dingin.

Aku sudah terbiasa bercermin pada langit. Bahkan sejak kemarin. Wajah yang sama. Pagi mendung. Siang mendung. Sore mendung. Malam mendung.

Hanya mendung katamu? Iya. Tapi karenanya, semalaman meringkuk basah kuyup.

Tapi detik ini aku merasa sehat. Tak masuk angin seperti kekhawatiranku yang berlebih. Kembali akan bercermin pada langit. Mendung? Cerah? Berkabut? Atau hujan? Tak masalah. Akan kulukis senyum diatasnya

selamat pagi dunia! :)

Monday 26 March 2012

i'm promise


seseorang mengatakan ini pada saya:

Sederhana



Bagi saya, sederhana adalah cukup dalam kondisi apapun. Tak tersandung dalam situasi buruk, namun juga tak silau dengan keserbaadaan. Jika setiap orang memiliki check list ‘true’ dan ‘false’, maka check list kedua setelah iman buat saya adalah ini: SEDERHANA


Sederhana. Adalah mengenal. Mengenal fungsi dan manfaat dengan baik. Tak berlebihan. Sinergi antara ilmu dan penghambaan padaNya. Ah, sederhana. Betapa saya sedang belajar mata kuliah itu pada universitas kehidupan yang kita jenjangi setiap semesternya, kawan.

Friday 16 March 2012

Skor!

100

tak ada yg tahu alasan angka itu begitu saja bertengger diatas kepalamu. Tak sekali. Berkali-kali. Ingatan kian menguat. Kau, menjadi penghuni kelas VIP dalam hidupku

99

aku mengenalmu dlm kesederhanaan. Entahlah sikapmu begitu. Skor itu menghilang satu. Mungkin ditelan prasangka yg kuyakin bukan sekedar kata.

60

mungkin karena cuaca setahun terakhir amat panas. Lantas sorenya hujan deras. Skormu menguap. Hilang tiba-tiba diguyur hujan

50

tidak ada yg sempurna. Hidupmu. Hidupku.

20

kau menggores luka. Menumpahkan duka.

0

baik-baik kawan. Tetaplah terang seperti bintang. Tak perlu menoleh lagi. Sebab percuma. Tak ada lagi aku dsana. Good bye!

tentang ayah-ayah kita


Sesore itu, aku masih betah berlama-lama di kosanmu. Sedari siang kita berjibaku mengerjakan tugas paper ini itu. Lantas melanjutkannya dengan obrolan santai.

Yang kuingat dari rantai cerita kita, adalah satu tema. Tentang ayah. Ayah-ayah kita. Ada sepiring gorengan dan dua gelas air bening di depan kita. Menjadi imbuhan dalam irama cinta yang kita dendangkan untuk mereka berdua: ayahmu dan ayahku.

Awalnya saat aku menangkap frame diatas meja belajarmu. Sepasang pengantin yang sudah kutebak adalah ayah dan ibumu.

sebab akibat

Ya Allah, jika aku diberi kesempatan untuk menjadi orang tua. Demi jiwaku yang ada di genggamanMu. Aku tidak akan pernah meluapkan amarah tidak pada tempatnya. Tidak akan ada satu ekor hewan pun yang keluar dari mulutku untuk mereka. Tidak akan ada ucapan kotor semili pun untuk mereka. Tidak akan ada pukulan yang menyakitkan. Tidak akan ada rasa sakit bersemayam di hati mereka karena perlakuanku. Aamiin ya robbal 'alamiin

this morning, again

Kenapa ya, selalu terjadi hal seperti ini? Flash demi flash terus terlihat di pelupuk mata. Ini yang keberapa kali? Entah

kenapa ya, setiap hal ini terjadi... selalu terbayang satu wajah...

~~ terbayang satu wajah, penuh cinta, penuh kasih... Terbayang satu wajah penuh dengan kehangatan

miss u grandma... *_*

Tes tes tes

"indah ya?"

apa?

"bintang yg paling terang itu"

oh, iya. Aku sering menatapnya dr sudut harap. Menikmati tiap kerlipnya yg kian menawan.

"oh ya? Kau menyukainya?"

tentu. Siapa yg tak mau berlama-lama menyusuri tiap kilaunya? Bisa kubilang, indahnya membuat mataku enggan menoleh kmana-mana.

"lantas, bagaimana dgn bintang yg itu?"

yang mana? O yg nyaris tak terlihat itu?

"iya. Apa kau menyukainya?"

mungkin.

"mungkin?"

iya, mungkin.

"kau tahu, aku justru menyukai bintang itu"

yang mana? Yg nyaris tak terlihat?

"iya. Menatapnya lama-lama seperti berkaca pd hati"

maksudmu?

sky and me

Seminggu terakhir, aku mulai bercermin pd langit. Pagi mendung. Siang panas. Sore hujan. Malam basah. Pagi berkabut. Siang hujan. Sore basah. Malam kian dingin.

Aku sudah terbiasa bercermin pada langit. Bahkan sejak kemarin. Wajah yang sama. Pagi mendung. Siang mendung. Sore mendung. Malam mendung.

skor

100

tak ada yg tahu alasan angka itu begitu saja bertengger diatas kepalamu. Tak sekali. Berkali-kali. Ingatan kian menguat. Kau, menjadi penghuni kelas VIP dalam hidupku

99

aku mengenalmu dlm kesederhanaan. Entahlah sikapmu begitu. Skor itu menghilang satu. Mungkin ditelan prasangka yg kuyakin bukan sekedar kata.

Tentang Ayah Ayah Kita

Sesore itu, aku masih betah berlama-lama di kosanmu. Sedari siang kita berjibaku mengerjakan tugas paper ini itu. Lantas melanjutkannya dengan obrolan santai.

Yang kuingat dari rantai cerita kita, adalah satu tema. Tentang ayah. Ayah-ayah kita. Ada sepiring gorengan dan dua gelas air bening di depan kita. Menjadi imbuhan dalam irama cinta yang kita dendangkan untuk mereka berdua: ayahmu dan ayahku.

Awalnya saat aku menangkap frame diatas meja belajarmu. Sepasang pengantin yang sudah kutebak adalah ayah dan ibumu.

Sore itu kita bercerita, tentang ayah-ayah kita.

“Ayahku tak lagi bersamaku. Beliau meninggal dunia saat aku masih kelas satu SMA.” Matamu tak lepas dari frame itu. Menatap penuh. Pun juga aku

Tak ada cerita yang panjang sebenarnya. Ceritamu singkat dan jelas. Namun yang terdengar oleh telingaku adalah nada-nada rindu. Aku mendalami sosok teduh itu. Raut senyumnya yang kaku menandakan ketegasan, kumisnya yang tipis, wajahnya yang sedikit cekung, kulitnya yang gelap, juga tatapan matanya yang teduh. Semua itu milik ayahmu. Juga milik ayahku.

 “ayahmu mirip sekali dengan ayahku.” Aku memecah hening setelah ceritamu berakhir.

“oh, ya?” matamu sedikit berbinar. Rindu yang memantul semakin jelas terlihat olehku. Aku mengangguk cepat.

Sore itu kita bercerita, tentang ayah-ayah kita.

Tentang betapa kekagumanku atas sosok ayahku, tak sejalan dengan keakrabanku dengan beliau. Ayahku yang idealis, paham agama, dermawan, suka berkebun dan memelihara ikan. Ayah nomor satu. Namun mengapa aku tak pernah bisa mengobrol banyak dengan beliau? Atau bercanda. Tertawa, bahkan bercerita tentang ini itu. Tentang sekolahku, teman-temanku, atau mungkin tentang seseorang yang mencuri simpatiku. Tak pernah. Pertanyaan yang kujawab sendiri kala itu.

“Ayahku memang tipe ayah yang pendiam. Aku juga. Namun kalau ayahku sudah bercerita, itu adalah cerita yang luar biasa.”

Wajahmu sumringah mengimbangi tawaku. Cerita favoritku dari ayahku adalah cerita masa ia remaja dulu. Berani, tegas, lucu, spontan. Bahkan kau saja bisa ikut tertawa kala aku mengulang cerita itu kepadamu bukan?

Aku terbiasa menjalani hari-hari tanpa mengobrol banyak dengan ayahku. Mungkin karena terbiasa, rasa kehilangan akan ketidaktahuannya dalam berbagai episode juga rasa yang mampir dalam diriku tak begitu kurasakan. Aku tak tahu bagaimana rasanya kehilangan. Sesuatu yang mungkin tengah kau rasakan. Aku merasa semua baik-baik saja.

Sore itu kita bercerita, tentang ayah-ayah kita.

Satu hal yang diam-diam terniat dalam hati. Satu titik balik dalam diriku. Aku bertekad untuk mulai belajar mengobrol sepatah dua patah kata dengan ayahku. Usaha yang ternyata sangat sulit. Beberapa kali aku berfikir keras ‘mau tanya apa?’ ‘mau bicara apa?’ sepanjang jalan aku dan ayahku berangkat bersama pagi itu. Hingga sampai kampus, hanya satu kalimat yang keluar dari lisanku,’anum kuliah bi, assalamu’alaikum.’

It’s sound funny? Yah, lucu memang. Butuh berhari-hari bagiku untuk bisa bertanya satu pertanyaan yang ternyata dijawab cukup panjang oleh beliau. Kau tahu, aku bersorak dalam hati detik itu. Mulai meniti kembali rajutan pelajaran ‘akrab dengan ayah’ berikutnya.

“Aku merindukan ayahku, num.” satu kali sms itu mampir di inbox handphoneku. Membuatku membeku dan lama baru membalas smsmu itu. Aku merasakan rindu yang menyala-nyala. Rindu yang terdengar oleh para malaikat. Rindu yang kau sampaikan dalam bait-bait doa. Juga dendang rindu yang terdengar kala itu. Kau bernyanyi sangat spesial. Kala penat merajai kita. Nyanyian rindu yang kau alunkan membuat hatiku ikut sesak dan mataku basah

Dan pohon kemuning akan segera kutanam
Satu saat kelak dapat jadi peneduh
Meskipun hanya jasad bersemayam di sini
Biarkan aku tafakkur bila rindu kepadamu

Walau tak terucap aku sangat kehilangan
Sebahagian semangatku ada dalam doamu
Warisan yang kau tinggal petuah sederhana
Aku catat dalam jiwa dan coba kujalankan

Meskipun aku tak dapat menungguimu saat terakhir
Namun aku tak kecewa mendengar engkau berangkat
Dengan senyum dan ikhlas aku yakin kau cukup bawa bekal
Dan aku bangga jadi anakmu

Ayah aku berjanji akan aku kirimkan
Doa yang pernah engkau ajarkan kepadaku
Setiap sujud sembahyang engkau hadir terbayang
Tolong bimbinglah aku meskipun kau dari sana

Sesungguhnya aku menangis sangat lama
Namun aku pendam agar engkau berangkat dengan tenang
Sesungguhnyalah aku merasa belum cukup berbakti
Namun aku yakin engkau telah memaafkanku

Air hujan mengguyur sekujur kebumi
Kami yang ditinggalkan tabah dan tawakkal

Ayah aku mohon maaf atas keluputanku
Yang aku sengaja maupun tak kusengaja
Tolong padangi kami dengan sinarnya sorga
Teriring doa selamat jalan buatmu ayah tercinta 


(Ebiet G Ade – Ayah aku mohon maaf)

Kita kembali bercerita, tentang ayah-ayah kita.

Ya, kita bercerita tentang laki-laki yang darahnya menitis dalam tubuh kita dan menuturkannya dengan rasa kasih. Detik ini aku masih mengingatnya. Detik ini aku sedikit demi sedikit sudah mengobrol banyak dengan ayahku. Hei, apakah itu berarti aku sudah dewasa?

Ayahmu dan ayahku. Ayah nomor satu.



Untukmu teman: teriring doa untuk almarhum ayahmu. Semoga cinta dan rindumu menjadi penerang di kuburnya dan mahkota indah untuknya di surga kelak :) aamiin

Thursday 1 March 2012

Even if the world makes me cry, I’m okay....

Selalu ada jeda waktu. Yang entah kenapa selalu terisi tentangmu, cinta.

Kau siapa? seperti apa? Bagaimana? Sedang apa? Tanya-tanya yang selalu berputar seperti kaset lama yang tak jua rusak. Usiaku mendekati angka dua puluh lima, cinta. Bisikku yang melahirkan tanya baru, lalu usiamu? usia hatimu? Usia yang menunjukkan seberapa dewasanya kau menilai sesuatu, seseorang, dengan hatimu. Ah, cinta. Beginilah yang bergema tiap kali ada tanya-tanya itu

*It doesn’t matter if I’m lonely. Whenever I think of you
A smile spreads across my face
It doesn’t matter if I’m tired
My heart is filled with love
bolehkah kujadikan bayangan sosokmu sebagai charger senyumku? Mungkin semu,tapi setidaknya bisa sedikit menggeser senyumku sesaat. Lupa akan rasa sakit, khawatir, harap, cemas, yang kian akrab denganku

Today I might live in a harsh world again
Even if I’m tired, when I close my eyes, I only see your image
The dreams that are still ringing in my ears
Are leaving my side towards you


cinta, tak masalah
Sebelum kau benar-benar datang. Percayalah, aku masih mampu melukis senyum kala pagi juga merangkumnya kembali kala hari telah genap  usianya. Cinta, percayalah. Meski kau masih saja bernama mimpi

Everyday my life is like a dream
If we can look at each other and love each
I’ll stand up again


To me, the happiness of those precious memories
Will be warmer during hard times
For me, hope is a dream that never sleeps

Like a shadow by my side you always
Quietly come to me
To see if I’m hurt, to see if I’m lonely everyday
With feelings of yearning, you come to me

Even if the world makes me cry, I’m okay
Because you are always by my side
Like dust, will those memories change and leave?
I’ll keep smiling to ease my heart

Everyday my life is like a dream
If we can look at each other and love each
I’ll stand up again

To me, the happiness of those precious memories
Will be warmer during hard times
For me, hope is a dream that never sleeps

No matter how many times I stumble and fall
I’m still standing like this
I only have one heart
When I’m tired you become my strength
My heart is towards you forever

So I swallowed the hurt and grief
I’ll only show you my smiling form
It doesn’t even hurt now

I’ll always hold on to the dreams I want to fulfill with you
I’ll try to call for you at the place I cannot reach
I love you with all my heart

Cinta, semoga kau berbeda. Semoga

(*Song: Hope Is The Dream Doesn’t Sleep)

Bene Qui Latuit Bene Vixit

lucu sekali

saya  yang tak pedulian begini bisa juga merasa khawatir bisa juga melahirkan tanya ini itu yang jelas-jelas saya tahu, hanya akan menambah goresan pertanda menuanya wajah

Lucu sekali

Setelah tanpa usaha sedikitpun melahirkan tanya-tanya itu. saya harus susah payah membunuhnya hidup-hidup. berusaha sekuat tenaga  mampu mencampakkannya kedalam tong sampah. berdarah-darah mencari pembenaran atas 'kriminalitas'  itu


Lucu sekali
bahwa berusaha menjadi perhatian orang lain, bukankah itu amat  melelahkan num?
kamu tahu itu. amat tahu

Ingatlah, bene qui latuit bene vixit

Yang hidup baik adalah orang yang hidupnya tak menjadi pusat perhatian orang-orang...

Prolactin

hei kamu! iya! kamu!!! sejak kapan kamu berani muncul kian banyak akhir-akhir ini????!!! siapa yang mengizinkan kamu mengekspansi wilayah lantas secara sepihak mengakuinya sebagai daerah jajahan?????!!!!

hei! kamu!!! nama kamu prolactin?! apa hak kamu hah?!!!!!

membuat saya terkesan lucu hanya karena hal remeh temeh semacam ini! membuat saya terlihat lemah! mau kamu apa????!!!!!

Bene qui latuit bene vixit

lucu sekali

saya  yang tak pedulian begini bisa juga merasa khawatir bisa juga melahirkan tanya ini itu yang jelas-jelas saya tahu, hanya akan menambah goresan pertanda menuanya wajah

lucu sekali

setelah tanpa usaha sedikitpun melahirkan tanya-tanya itu. saya harus susah payah membunuhnya hidup-hidup. berusaha sekuat tenaga  mampu mencampakkannya kedalam tong sampah. berdarah-darah mencari pembenaran atas 'kriminalitas'  itu

Even if the world makes me cry, I’m okay....


Selalu ada jeda waktu. Yang entah kenapa selalu terisi tentangmu, cinta.

Kau siapa? seperti apa? Bagaimana? Sedang apa? Tanya-tanya yang selalu berputar seperti kaset lama yang tak jua rusak. Usiaku mendekati angka dua puluh lima, cinta. Bisikku yang melahirkan tanya baru, lalu usiamu? usia hatimu? Usia yang menunjukkan seberapa dewasanya kau menilai sesuatu, seseorang, dengan hatimu. Ah, cinta. Beginilah yang bergema tiap kali ada tanya-tanya itu

*It doesn’t matter if I’m lonely. Whenever I think of you
A smile spreads across my face
It doesn’t matter if I’m tired
My heart is filled with love

Friday 24 February 2012

Waktuku Usiaku

Ada masanya, ketika aku sangat ingin mengeluh.
ini
itu
apa
siapa
begini
begitu
mengapa
siapa
mereka
dia
kamu
aku
lelah
sangat
payah

tapi, aku tak ingin memuntahkan itu. sampah-sampah yang hanya akan kumuntahkan pada sunyi.


kututup saluran sampah itu untuk sementara (facebook). agar tak ada celah bagiku mengeluh.

tak perlu orang lain tahu apa yang sedang kukerjakan sekarang

biarlah mereka menganggapku gagal. kurang kerjaan. bermalas-malasan. tidak produktif. atau apa saja. terserahlah

hanya Allah yang menilai seberapa produktif waktuku

aku hanya menyadari satu hal: waktu tidak bisa untuk main-main!

aku sedang

sedang berlari

dalam sunyi

Cahaya Cahaya Kita (1)

Hari itu, kita akan saling debat mempersoalkan satu hal. Tentang anak-anak kita. Debat yang dibumbui oleh satu sendok tawa, tiga siung rajuk, atau mungkin dua potong kesal agar lebih terasa. Itu bukan bertengkar. Kita kembali bermain puzzle-puzzle yang tak akan pernah kita bosan mainkan.

Kukatakan padamu aku ingin lima anak. Oke. Mungkin kau keberatan. Apa? Kau ingin sebelas? Tanyaku ditengah usulmu yang menginginkan tiga anak saja. Aku tertawa melihat kau melongo saat itu.

Baiklah sayang. Tawar menawar selanjutnya akan kita gelar pada doa-doa padaNya. Katakanlah agar lebih mudah memberi perumpamaan. Aku mengalah untuk menyamakan suara denganmu. Tiga anak. Aku mengusulkan nama-nama indah berisi doa ini pada mereka: Nur, Ray, Hikari. Kalau kau kurang suka, aku tak akan memaksa. Hanya akan kembali meminta agar aku nanti bisa memanggil mereka dengan panggilan itu. Tak apa kan?

Mengapa kau ingin menamai mereka dengan nama-nama itu? Tanyamu sembari memasang senyum. Seperti yang sudah kau duga. Aku ingin mereka bisa memiliki sifat layaknya sinar. Cahaya. Pelita. Tidak untuk hidup mereka sendiri. Tapi juga untuk orang lain. Saat ada yang bertanya pada mereka apakah arti nama mereka. Nur, ray, dan hikari akan kompak menjawab: cahaya.

Nur, ray, dan hikari. Hey bukankah kau tidak bisa melafalkan huruf r? tanyamu yang membuatku tersentak lantas manyun. Lalu? Aku akan memanggil mereka dengan lafal yang lebih mudah tapi penuh cinta: nun, ley, hika. Hey! Sah-sah saja bukan?

Nur,ray, dan hikari akan tumbuh bersama zaman. Aku tahu. Kau juga tahu. Zaman mereka dan zaman kita tentu berbeda. Lesatan teknologi atau perilaku masyarakat yang mungkin membuat kita geleng-geleng kepala. Nur, ray, dan hikari mau tak mau harus menjalaninya. Menjalani proses yang tentu akan membuatmu pusing dan aku terus mengomel

Saat mereka sedang manis-manisnya. Kelelahan kita akan terbayar dengan tampang lugu dan tatapan polos mereka. Kita tentu tak akan merasa lelah dengan itu. Masih memiliki banyak energi hingga ke dongeng-dongeng pengantar tidur mereka. Bukan dongeng tentang kura-kura yang menipu si kancil saat lomba lari. Namun dongeng kura-kura yang dapat menang karena kesalahan kancil itu sendiri. Dongeng-dongeng warisan ibuku juga ibumu. Lebih banyak kisah-kisah indah dari zaman Rasulullah mulia. Nabi-nabi. Ulama dan orang-orang shaleh. Ah, sepertinya aku harus kembali membaca kisah-kisah itu dari sekarang.  

Tentu, sayang. Kita tentu akan mengenalkan nur, ray, dan hikari dengan Rabb semesta alam sedini mungkin. Memunculkan tanya-tanya dari pikiran dan lisan mereka sendiri. Mengapa begini mengapa begitu. Mengapa ada siang ada malam. Mengapa buah apel ada yang merah dan ada yang hijau. Mengapa bentuk bulan selalu berubah-ubah. Dan pertanyaan-pertanyaan yang sesungguhnya memang terus ada sepanjang zaman. Terus ada hingga hari akhir tiba. Terus ada selama semesta dan seisinya terus khusyu pada orbitNya. Saat aku kehabisan kata untuk menjawab tanya-tanya cerdas mereka. Aku akan melirikmu yang dengan senyum merekah segera mengambil peranku kala itu. 

Aku begitu khawatir. Dapatkah kita mengenalkan mereka dengan cinta? Cinta untukNya, untuk RasulNya, untuk kita, untuk sesama. Ah sayang, aku begitu was-was sampai berdegup kecang jika mengingat mereka harus menjalani hidup di zaman itu jika tanpa kendali agama yang kuat. Kita bisa, pasti.

Nur, ray, dan hika. Aku segenap upayaku dapat mengenalkan mereka pada apa yang kita sebut pondasi hidup: islam. Doa-doa saat makan, saat tidur, bacaan shalat dan mengaji yang akan sangat lucu saat mereka mencoba melafalkannya. Gerakan shalat yang mereka tiru. Lagu aku cinta Allah yang kuharap mampu mengalahkan lagu-lagu kotor yang bahkan sudah menjamur detik ini. Ah sayang, jangan sampai lagu-lagu selevel pelacur hamil duluan, atau cinta satu malam itu sempat mereka hapalkan. 

Nur, dalam bayanganku. Ia adalah putri tertuamu. Sifatnya tegas namun ramah. Banyak tanya ini itu. Selalu ingin tahu. Ia mungkin mewarisi sifat keras kepalaku (atau juga kamu?) tak masalah sayang, terkadang keras kepala itu perlu.
Ray lain lagi, ia meledak-ledak seumpama semangat kala hari berganti. Begitu percaya diri namun tetap rendah hati. Nakal? Tentu. Aku lebih suka jika ia nakal seperti anak laki-laki pada umumnya. Nakal yang normal. Nakal yang membawanya dalam proses belajar. Ia akan pulang setiap sore dengan tibuh dan baju kotor. Aku tak akan memarahinya. Namun sesekali menyuruhnya untuk mencuci sendiri bajunya itu. Kemandirian dan tanggung jawab harus sedini mungkin kita tanamkan.

Lalu hika? Tanyamu memotong pandanganku yang menjauh. Aku tersenyum melihat wajahmu yang mulai penasaran dan tertarik kala itu.

Hika. Ia sangat manis dan periang. Melihat matanya seperti melihat cahaya senja yang menghangatkan. Mungkin kita akan kewalahan dengan sifat dan sikapnya. Kewalahan yang akan kita nikmati dengan suka cita bukan?

Lalu? Dengan segala keistimewaan mereka. Tak mengapa jika aku menginginkan dua lagi nanti. Haha. Mungkin kau akan tertawa. Aku sudah memikirkan ini sejak detik ini. Bahkan sejak aku belum tahu siapa kamu, sayang.

Baiklah mungkin ini mimpiku saja yang kuharap menjadi nyata.

Lihatlah kelak mereka akan beranjak remaja. Ada cita. Ada cinta. Banyak hal yang ingin kutulis tentang episode ini.... tentang mimpi tentang cinta. semoga

bersambung

waktuku usiaku

ada masanya, ketika aku sangat ingin mengeluh.
ini
itu
apa
siapa
begini
begitu
mengapa
siapa
mereka
dia
kamu
aku
lelah
sangat
payah

tapi, aku tak ingin memuntahkan itu. sampah-sampah yang hanya akan kumuntahkan pada sunyi.

Cahaya-cahaya kita (1)


Hari itu, kita akan saling debat mempersoalkan satu hal. Tentang anak-anak kita. Debat yang dibumbui oleh satu sendok tawa, tiga siung rajuk, atau mungkin dua potong kesal agar lebih terasa. Itu bukan bertengkar. Kita kembali bermain puzzle-puzzle yang tak akan pernah kita bosan mainkan.

Kukatakan padamu aku ingin lima anak. Oke. Mungkin kau keberatan. Apa? Kau ingin sebelas? Tanyaku ditengah usulmu yang menginginkan tiga anak saja. Aku tertawa melihat kau melongo saat itu.

Baiklah sayang. Tawar menawar selanjutnya akan kita gelar pada doa-doa padaNya. Katakanlah agar lebih mudah memberi perumpamaan. Aku mengalah untuk menyamakan suara denganmu. Tiga anak. Aku mengusulkan nama-nama indah berisi doa ini pada mereka: Nur, Ray, Hikari. Kalau kau kurang suka, aku tak akan memaksa. Hanya akan kembali meminta agar aku nanti bisa memanggil mereka dengan panggilan itu. Tak apa kan?

Monday 20 February 2012

Lapah-lapah go to Palembang


“Kamu berani?” pertanyaan itu terlontar dari mami. Saya tertawa seolah mendapat ledekan. Meski saya tahu, pertanyaan itu adalah ungkapan khawatir dari beliau.
“Beranilah…” jawab saya sok yakin. Meski itu tak lantas menyurutkan gurat-gurat khawatir dari wajah beliau. Wajar memang. Walau bagaimanapun saya seorang wanita. Riskan pergi jauh tanpa ada yang menyertai.
Tapi jujur, saya memang tidak was-was memikirkan perjalanan yang kedua menuju palembang dengan kereta api ini. Yang pertama kali saat menemani abi, itu pun saat usia saya baru 4 tahun. Ini tak lebih dari sekedar naik kendaraan dan menunggu untuk sampai di satu tempat. Apalagi dari jauh-jauh hari sebelum berangkat, ayah man -paman- yang tinggal di palembang memastikan kedatangan saya akan ditunggu di stasiun. Saya  tinggal membawa diri diatas kereta dari pukul 9 malam sampai pukul 5 pagi. Itu sudah cukup aman. Dengan izinNya.

Thursday 9 February 2012

Tentangmu: angin


Ada banyak yang ingin kuceritakan tentangmu, angin

Pada malam yang menangkap basah senyum diam-diam kala titik-titik cahaya tak ingin kulepas dari retina

Tentang kamu yang bertiup amat pelan. membiarkanku bercerita, membiarkanku terdiam-sendirian-tapi masih ingin merasai adanya kamu.

Ada banyak yang ingin kuceritakan tentangmu, angin

Tentang tanyaku untukku, apa yang sedang terasa oleh hati?

dan tentang tanyaku untukmu, siapa yang mengajari kamu hingga bisa sesempurna itu?



Tuesday 7 February 2012

Ya saman

untuk pertama kalinya, sy 'jatuh cinta' dg 4 penyanyi. Diatas kereta api kertapati-tanjungkarang. keren. bagus. unik. pas di telinga. sy ingat dengan dua kata liriknya: ya saman. wah,, ternyata itu judulnya. ketemu juga pas gogling ^^

jelik belumban perau di sungai musi
janganlah lupo beli telok abang
cantik rupo penyabar dan baik hati
adek manis berambut panjang di kuncit kepang

Saturday 14 January 2012

Kepada YTC Fadila Hanum

-Untukmu dalam ruang 14 Januari 2022-

Assalamu'alaikum num. apa kabar? masih ingat saya? saya yang bukan hanya namanya yang sama persis dengan kamu. tapi juga wajahnya, sifatnya, takdirnya, dirinya adalah kamu.

Iya saya. saya adalah dirimu 10 tahun yang lalu. dirimu yang entah sejak kapan mulai ragu dengan mimpi yang mulai kau rajut dengan susah payah. masih ingat kan? dengan dadamu yang terasa sesak sampai nafasmu harus kau ambil satu-satu kala itu. dengan airmatamu yang kau paksa berhenti namun hanya membuatnya bertambah deras alirannya. masih ingat kan?

Kamu tau num? jujur, saya masih ragu. masih khawatir. bahkan mulai mempertanyakan apakah kamu, apakah saya mampu? jujur lagi, saya mulai ingin membenci dirimu, diriku, diri kita. ingin. tapi tidak mungkin bisa kan saya setega itu? saya tau, tidak ada yang bisa mengerti diri kita selain diri kita sendiri. tidak perlu lagi kau beritahu itu. kamu kasihan. saya kasihan. kita kasihan.

Thursday 12 January 2012

cinta adalah ia

Cinta adalah ia yang tersenyum bersamaku menikmati hujan.
Berlari-lari.
Tertawa-tawa.
Meski kuyup.
Ia yang berdiri disampingku menikmati senja.
Menepuk pundakku.
Berkata, cahaya itu...besok akan datang lagi, percayalah


Cinta adalah ia yang selalu berucap:
Tak apa, semua akan baik-baik saja
Tidak masalah, lain kali pasti ada jalan
Kamu pasti bisa, masalah ini pasti bisa dilewati