“Ekormu putus lagi, Cicio?” tanya Ibu cicak kaget
Cicio hanya mengangguk pelan. Ia masuk ke dalam lubang di sela atap yang menjadi rumahnya. Hari yang melelahkan. Cicio beranjak tertidur. Sejenak ia melihat ekornya yang hari ini lagi-lagi terputus.
Huh, tidak ada cicak yang mau ekornya terputus. Termasuk Cicio. Apalagi kalau dilihat oleh Caki, cicak yang suka mengejeknya itu. Cicio pasti lagi-lagi ditertawakan. Tapi mau bagaimana lagi. Biarkan saja Caki mau berkata apa.
“Ada apa, Cicio?” Ibu cicak bertanya pelan
Mata Cicio terbuka.
“Tidak ada apa-apa, bu.” jawab Cicio
“Tapi ini sudah yang ketiga kalinya ekormu selalu putus. Apakah ada hewan lain yang mengganggumu, nak?” tanya ibu lagi
Cicio hanya menggeleng. Ia tidak mau menceritakan kejadian tadi kepada siapapun, termasuk ibu.
“Tidak apa-apa kalau kau tidak mau bilang. Istirahatlah dulu.” Ibu beranjak pergi. Cicio tak menjawab. Matanya kembali terpejam.
Keesokan harinya. Cicio baru saja keluar dari lubang dan hendak menghirup udara sore yang segar. Kebetulan ia bertemu dengan Caki dan dua cicak lainnya. Setelah menyadari ekor Cicio yang putus, mata Caki berbinar. Senang sekali bisa kembali mengejek Cicio
“Keren sekali ekormu, Cicio.” Ujar Caki sambil tertawa
Kedua temannya ikut tertawa. Cicio hanya diam tak menanggapi
“Teman-teman, cicak apa yang selalu putus ekornya?”
Kedua temannya menggeleng
“Cicak pengecut! Berkali-kali ketakutan dan merasa terancam. Ahahahahah.” Caki kembali tertawa keras
Cicio sebenarnya kesal sekali. Tapi percuma saja meladeni Caki. Lebih baik ia fokus mencari makanan nanti malam. Cicio berjalan cepat melewati Caki yang masih saja menertawainya.
“Jangan-jangan yang putus bukan hanya ekornya, teman-teman. Tapi juga telinganya. Hahahaha.”
Disaat yang bersamaan, terdengar suara keras dari lantai. Kucing rumah sedang melihat kearah mereka. Karena kaget, kaki Caki terlepas dari dinding.
“Aaaaaa! Tolong!” teriak Caki panik
Kedua temannya kaget. Cicio juga kaget. Kucing rumah itu berlari mendekat.
Caki sudah pingsan. Mulut kucing itu sudah dekat sekali dengan tubuhnya. Sesaat sebelum ia sempat menerkam. Ada yang jatuh diatas tubuhnya. Itu Cicio. Ia hendak mengalihkan perhatian si kucing. Cicio sengaja melenggak-lenggokkan tubuhnya yang tak berekor itukearah kucing. Si kucing tertarik mengejarnys. Cicio lari terbirit-birit
Caki sudah siuman saat ia diceritakan kedua temannya. Ia menyesal sekali setelah tahu kalau yang menyelamatkannya adalah Cicio. Kini Cicio terbaring di rumahnya. Kakinya terkilir.
“Cicio maafkan aku ya.” ucap Caki sambil menangis
“Tidak apa-apa, Caki.” jawab Cicio
Terdengar suara ketukan dari luar
“Bisakah kami bertemu dengan cicak yang ekornya putus?” terlihat seekor tikus, dua pasang kecoa dan seekor capung menunggu di bawah lantai rumah.
“Ada perlu apa dengan Cicio? Anakku itu sedang sakit.” tanya ibu cicak sembari merayap ke bawah dinding
“Kami ingin berterima kasih. Sekaligus meminta maaf. Tiga kali Cicio. Apakah namanya Cicio? Tiga kali Cicio kehilangan ekornya karena menyelamatkan kami dari terkaman si kucing galak.”
Terjawablah sudah pertanyaan ibu cicak, Caki, dan cicak-cicak yang lainnya. Cicio hanya tersenyum malu saat semuanya memandangnya kagum. Cicio hebat sekali. Diam-diam ia suka menolong hewan lain.
***
Cicio dimuat di Lampung post tanggal 3 Maret 2013