Sunday, 29 December 2013

Sabila bilang wow

Sabila senang sekali hari ini. Akhirnya dia bisa membuat Hilya ditertawakan teman-teman di kelas. Hahaha. Suruh siapa bersikap menyebalkan. Mentang-mentang kemarin dapat nilai sepuluh saat ulangan harian matematika. Lantas dipuji oleh Bu Husna. Hilya sepanjang hari terlihat kesana kemari membantu teman-teman yang sedang mengerjakan soal. Huh, sok pintar sekali.

“Rin, bukan begitu caranya. Ini kan harusnya ditambah bukan dikurangi.” Begitu Hilya memulai sok pintarnya saat kelas sedang hening mengerjakan latihan soal matematika
Sabila mendengus sebal. Dengan suara yang tak kalah keras, Sabila berkata menghampiri Hilya, “Terus, gue harus bilang wow gitu?”
Terdengarlah tawa membahana di kelas mereka. Jadilah sepanjang hari, setiap kali Hilya sok mengajarkan ini itu kepada teman-temannya. Sabila akan terus-terusan berkata asal, “Terus, gue harus bilang wow gitu?” Yang paling lucu, tadi saat Hilya berkata sendiri, “Duh, dimana  ya pensilku?” Rafi, Fatih, Ica  juga Ratih kompak ikut-ikutan Sabila bertanya, “Terus, gue harus bilang wow gitu?”
Hahahahaha. Lucu sekali bukan? Sabila sampai sakit perut menahan tawa. Apalagi melihat wajah Hilya yang memerah seperti kepiting rebus itu. Sabila puas deh hari ini. Bahkan sampai bel pulang, Sabila masih tertawa dengan teman-teman karena membahas soal Hilya tadi.
Hm, ngomong-ngomong, dimana Pak Edi ya? Tanya Sabila dalam hati. Kok dari tadi Sabila menunggu sopir jemputannya itu, tidak juga nampak batang hidungnya. Sabila bolak-balik melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore. Duh, mana cuma tinggal berdua dengan Hilya lagi. Teman-teman yang lain sudah pada pulang. Sabila jadi gusar.
“Sabila, kamu belum dijemput ya?” Tanya Hilya sambil tersenyum
“Sudah tahu kok nanya!” Jawab Sabila tak suka. Kenapa sih Hilya masih ramah dengannya. Padahal Sabila kan sudah mempermalukan Hilya di depan teman-temannya.
“Mau menunggu di rumahku tidak? Rumahku di depan gang sini kok. Nanti kalau ada yang menjemput, kamu bisa melihat dari teras rumahku.” Hilya menawarkan panjang lebar
Sabila yang ditanya masih terdiam. Kikuk akan menjawab apa. Sebenarnya Sabila enggan ikut Hilya. Tapi di sekolah sudah tidak ada orang lagi selain Pak Adin, penjaga sekolah mereka. Bisa bosan sekali Sabila di sekolah sepi seperti ini. tidak apa-apa deh, Sabila ikut ke rumah Hilya sebentar. Lagipula Sabila juga haus sekali. Nanti di rumah Hilya kan bisa minta minum. Sabila mengangguk kaku. Sebenarnya Sabila begitu karena masih merasa tak enak hati dengan Hilya atas sikapnya hari ini.
“Siapa nak?” Tanya seorang ibu berkerudung coklat yang ternyata ibunya Hilya itu sambil tersenyum ramah
“Ini teman Hilya, bu.” Jawab Hilya sambil mencium tangan ibunya takzim
“Mari nak, silahkan masuk. Duh, maaf ya. Rumahnya Hilya lagi berantakan.” Ajak ibunya Hilya sambil kembali mengaduk-aduk sesuatu di dalam baskom besar.
Disinilah Sabila melihat kenyataan tentang Hilya yang selama ini tidak Sabila ketahui. Sepulang dari sekolah, Hilya selalu membantu ibunya membuat mie. Sabila baru tahu kalau bapaknya Hilya adalah penjual mie ayam. Di sela-sela kesibukannya membantu ibunya. Hilya sesekali merawat kedua adiknya yang masih kecil-kecil. Memandikan. Menyuapi makan. Bahkan membersihkan bekas makan yang tercecer di lantai. Semua itu dilihat Sabila sambil menunggu Pak Edi di rumah Hilya.
“Hilya, kamu belajarnya kapan?” Tanya Sabila setelah meneguk minuman yang disediakan Hilya.
“Aku hanya bisa belajar malam hari.” Jawab Hilya sumringah
“Kalau main?”
“Hilya tidak pernah bisa main keluar rumah. Tapi tidak apa-apa. Hilya kan sudah main seharian dengan adik-adikku.” Jawab Hilya lagi sambil tertawa
Duh. Sabila jadi malu sekali. Sabila yang anak bungsu di rumah, tidak perlu repot-repot membantu mama. Bisa main sesuka hati. Bahkan saat malam susah sekali kalau disuruh mama belajar. Lebih asyik main play station dengan Kak Ringga.
“Hilya, maafkan Sabila ya.” Sabila berkata sambil menunduk dalam-dalam
“Eh, kok tiba-tiba minta maaf?”
“Iya, hari ini aku sudah membuatmu malu di depan teman-teman.”
“Iya tidak apa-apa kok, Sabila.” Jawab Hilya sambil tersenyum tulus
Wah, ternyata Sabila sudah salah menilai Hilya. Hilya justru baik hati karena mudah memaafkan kesalahan Sabila. Sabila janji tidak akan mengejek Hilya lagi.

No comments:

Post a Comment