Tuesday 12 July 2011

hanya ingin jalan. itu saja!


Bismillahirrahmaanirrahiim...

Last capek liat berita yang malah bikin pusing. Saya lebih memilih mematikan tipi n menghidupkan kompi. Sama-sama kotak sih. Tapi maaf tipi, kamu masih kalah memikat dibanding kompi (mehehe).

Masih berdengung-dengung efek dari berita fatwa haram MUI terhadap orang ‘kaya’ yang menggunakan bahan bakar premium. Saya tidak ingin membahas sisi inti. Terlepas dari pendapat-pendapat dari segala lini. Toh, saya bukan ahlinya. Saya juga bukan orang ‘kaya’ yang kalau saya jadi mereka tidak menutup kemungkinan saya juga menggunakan bb premium. Hey! Siapa yang bisa menyanggah, karakter manusiawi jika setiap orang lebih memilih barang yang murah dengan kualitas tidak jauh beda. Minimisasi biaya atau maksimisasi keuntungan. Menurut saya yang sedang menggunakan kacamata orang awam, kebijakan pemerintahlah yang tidak tepat sasaran. Memberi subsidi bb premium dengan harapan hanya mereka yang ‘miskin’lah penggunanya. Kenyataan yang terjadi –pasti terjadi- adalah subsidi membengkak. Pertamax ga laku. Pemerintah tidak bisa membendung pembelian bb premium.


Saya yang selevel pengguna angkutan umum aja capek mengikuti masalah ini. Apalagi mereka, orang-orang pintar pembuat kebijakan (atau malah fresh2 aja?). dari sudut saya menonton masalah pelik ini. Hanya satu yang saya fikirkan. Ongkos angkutan umumlah yang mesti disubsidi, bukan bbm. Fasilitas angkutan umumlah yang harus terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Bukan izin produk perusahaan-perusahaan yang terus dikeluarkan. Bukan berarti karena level saya –pengguna angkutan umum- maka saya berpendapat seperti ini. Dalam hemat saya, subsidi ongkos angkutan umum, selain berdampak pada tidak adanya ketergantungan masyarakat terhadap subsidi premium (harga premium dan harga pertamax mengikuti harga dunia). Juga otomatis berdampak pada keputusan masyarakat membeli kendaraan (mikir dua kali kalau membeli mobil n motor), selanjutnya otomatis juga mengurangi kemacetan di jalan raya. It’s multi solution! Inilah yang dilakukan pemerintah negara-negara maju. Lebih menekankan pada fasilitas angkutan umum, tidak memanjakan masyarakat yang hilir mudik menggunakan mobil/motor pribadi untuk menempuh jarak perjalanan beberapa meter. Uh! Bisakah indonesia seperti itu? Bisa! Tunggu saya jadi menteri!

Eh, sepertinya saya menyalahi ketidakinginan membahas bbm diawal tadi :p

sebenarnya saya ingin menceritakan apa yang terjadi kemarin. Kejadian yang tidak bisa tidak membuat saya berfikir keras. Memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang cukup mengganggu dan menjengkelkan. Bisakah bantu saya menjawabnya?

That is question!

Adakah yang salah dengan seseorang yang ingin berjalan kaki ditengah hiruk pikuk kendaraan yang saling memburu waktu?
Apakah ini yang kalian fikirkan melihat orang yang berjalan kaki ditengah hiruk pikuk kendaraan tadi: tidak punya uang untuk membeli mobil/motor? Tidak punya uang untuk membayar angkutan umum? Tidak punya uang=miskin? Miris sekali!

Kemarin saya pulang menuju rumah sekitar jam 3 sore. Sore yang menyejukkan. Matahari yang siang tadi menyengat kini sedang tertutup awan. Perjalanan di angkot sekitar 45 menit, dilanjutkan dengan ojek motor/minta dijemput orang rumah/naik becak/nebeng/jalan kaki. Saat diangkot saya berfikir, sudah lama ya ga jalan kaki? Akhirnya tanpa menghubungi orang rumah untuk minta jemput, saya turun dari angkot, lalu jalan kaki. Jarak dari perempatan ke rumah saya kurang lebih 2 km. Cukup jauh kalau jalan kaki. Tapi toh dulu (waktu sekolah) saya sering melakukannya, 5 km bahkan dari SMA ke rumah. Meskipun kali ini sendiri. Sama sekali ga masalah. Saya benar-benar sedang ingin jalan kaki. 

Disinilah berbagai tatapan dan pertanyaan itu bermula:

(Jarak 1 meter dari angkot yang sudah melaju meninggalkan saya)
Bapak ojek 1: ojek mbak?
Bapak ojek 2: ga dijemput ya?
Saya: *nyengir* enggak pak...

(Jarak 100 meter didepan lapangan bola)
Teman adik saya: yun? Mau ikut? *menghentikan motor n senyum*
Saya: oo..eh enggak usah. Yunda jalan aja *nyengir*
Teman adik saya: *agak heran* beneran?
Saya: iya, ga usah, jalan aja*mengangguk*
Teman adik saya: Ya udah duluan ya yun 

(jarak kesekian, mungkin 0,5 km)
Dari arah berlawanan, pak X (tetangga) mengendarai motor
Pak X: kok jalan? Ga ada yang jemput?
Saya: iya. Enggak... (cukup singkat, hanya sekilas lalu)

(jarak kesekian berikutnya)
Sms masuk. Adik saya.
“yun, pulang jam berapa?mau disusul ga?”
Tak kubalas. Nanti saja sampai rumah.

(Jarak berikutnya) satu orang, dua orang, tiga orang, dan seterusnya. Mulai dari ibu Y pemilik warung, mbak Z yang lagi duduk-duduk depan rumahnya, dek A, pak B, mamang becak yang berlawanan arah, dst....menanyakan pertanyaan yang sama dengan tatapan penuh iba yang juga sama:
“Kok jalan? Ga dijemput?”
Saya sampai capek menjawab:
“iya, enggak.” *nyengir*

Honestly, saya amat jarang berjalan kaki. Beberapa kali saya sengaja pergi ke warung yang lebih jauh dari rumah, atau mengambil jalan memutar kalau kemana-mana. Saya ingin jalan. Tentu ingin berkeringat. So pasti ingin sehat. Masalahnya setipe dengan yang diatas tadi. Selalu ditanya. Selalu ditatap iba. Selalu ditawarkan tebengan. Kecuali kalau saya ke warung. Tapi ya jelas, tidak banyak menghasilkan keringat ;(

Pun termasuk hobi saya yang berkeliling dengan my black (sepeda keren saya). Tatapan-tatapan tak biasa. Seperti melihat hal yang aneh. Bahkan ada yang bertanya:
Motornya mana? Kok naik sepeda?
Ditanya seperti itu, saya cuma nyengir lantas mikir dalem hati: suka-suka saya lah. Kok jadi mempertanyakan si black? ;((

Mungkin karena sepeda di daerah saya, umumnya hanya dipakai oleh anak-anak sekolah. Itupun hanya beberapa anak. Lebih banyak yang pakai motor. Dipikir-pikir memang tidak ada cewek berumur sekitar dua puluhan yang sering naik sepeda, keliling-keliling, kalau bukan saya seorang. Duh, pada tau ga sih artinya go green??????? Go weeesssss?????

Balik lagi ke episod jalan kaki.

Sampai di jarak sekitar 1,5 km. Mobil melaju pelan dari arah belakang. Berhenti. Jendela terbuka. Tante w, tetangga saya.
tante w: yuk num, ikut? *membuka kunci pintu*
saya: ee....ga usah tante. Jalan aja
tante w: ehh, ayuk naik *senyum lebar*
saya: deket lagi, jalan aja te
tante w: deket apa? Ayuk naiklah *buka pintu lebar-lebar*
saya: *kalah* *naik mobil*

fiuuhhhh. Gagal rencana menuntaskan jalan kaki kali ini. Bukan tidak ingin berterima kasih atas kebaikan-kebaikan dan perhatian mereka. Tapi beneran! Saya cuma ingin jalan kaki! Itu aja! Apa salahnya?!

Mungkin lain kali kalau mau jalan kaki atau naik sepeda, saya harus pakai mantel sembunyi. Pinjem sama harry potter ;(

No comments:

Post a Comment