Friday, 23 May 2014

Donat untuk Dona

“Ada lagi.” Dona bergumam pelan.
Diambilnya sebuah donat keju dari laci meja. Ini kali ketiga selalu ada donat keju di dalam laci mejanya. Siapa yang sengaja menaruhnya disini? Siapa yang tahu kalau akhir-akhir ini Dona memang suka donat keju?
Awalnya tepat sepekan yang lalu. Dona membeli donat yang pertama kali terlihat di kantin. Setelah merasakannya, Dona menjadi amat suka. Donat itu berbeda dengan donat yang lain. Rasanya lebih gurih dan empuk. Akan tetapi, Dona tidak bisa setiap hari membeli. Tidak setiap hari Dona diberi ibu uang saku. Kalau ibu ada kelebihan uang saja dari hasil panen sayur di kebun.

Dua hari kemudian, ibu memberi uang saku. Dona riang sekali. Seharian ia tersenyum. Meskipun seperti biasa, Dona tidak pernah mau mengobrol dengan siapapun di kelas. Ia anak yang sangat pendiam. Hari itu, Dona bisa tersenyum senang sepanjang hari.
Saat bel istriahat berbunyi, Dona bergegas mengambil tongkat penyangga kakinya. Dona butuh itu karena belum dapat berjalan normal. Sudah dua bulan kaki kirinya harus di gips. Karenanya, Dona tidak bisa berjalan dengan leluasa. Apalagi berlari. Dona menjadi amat sedih saat dilihatnya tempat donat yang sudah kosong. Donat keju habis terjual. Ingin sekali ia menangis. Sejak pagi tadi ia menginginkannya.
Dona berjalan tak bersemangat ke kelas. Tak sengaja ia merogoh laci meja mencari buku tulisnya. Saat itulah Dona menemukan sebuah donat. Donat keju. Persis dengan donat yang dijual di kantin. Waktu itu Dona tidak banyak pikir. Ia langsung  melahapnya.
Begitulah sampai hari ini. selalu ada donat di dalam laci meja Dona. Mau tidak mau Dona menjadi penasaran. Siapa yang membelinya? Siapa yang menaruhnya disini?
Dona sedang memikirkan itu, saat Naya masuk dan tersenyum padanya. Dona diam saja, tidak membalas senyum. Naya anak baru di kelas Dona. Mereka bahkan satu bangku. Tapi Dona sama sekali tidak menggubris Naya semenjak ia masuk sepekan ini.
Dona memang tidak ingin dekat dengan siapapun di kelas ini. walaupun bu Leni selalu berkata agar semua murid di kelas dapat berteman dengan baik. Dona benar-benar tidak ingin melakukannya. Dona sebenarnya tidak sombong. Hanya saja ia minder. Selain karena merasa orangtuanya bukan dari kalangan orang kaya seperti orangtua teman-temannya. Dona juga merasa fisiknya tidak seperti mereka.
“Kamu sudah mengerjakan pr matematika, Na?” tanya Naya padanya
Dona hanya menggeleng malas, ia masih memikirkan siapa yang memberinya donat keju setiap waktu istirahat. Sepertinya Dona harus mencari tahu.
Keesokan harinya saat istirahat. Dona pura-pura ke kantin. Sebenarnya ia ingin mengintip dari jendela kelas. Tak lama, terlihat seseorang masuk ke dalam kelas. Dona melihat dengan jelas siapa orang itu. Naya! Naya terlihat mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Lalu diletakkannya di dalam laci meja Dona.
Tak menunggu lama, Dona masuk ke dalam kelas. Naya agak kaget melihatnya.
“Eh, Dona,” ucap Naya
“Jadi kamu yang selama ini menaruh donat di laci mejaku?” tanya Dona
Naya mengangguk pelan. Ia mencoba untuk tersenyum.
Mengapa?” tanya Dona
“Aku tahu kalau kamu suka donat buatan ibuku. Sebenarnya aku ingin memberi langsung, tapi urung,” jawab Naya pelan
Donat buatan ibunya Naya? Dona baru mengetahui hal itu.
“Ini namanya donat keju sukun. Karena terbuat dari buah sukun,” terang Naya sambil tersenyum lebar
Dona masih diam. Tidak berkata apa-apa
“Ibuku penjual donat. Setiap pagi aku membawa jualan ibuku ke kantin. Lumayan untuk menambah uang saku. Setiap hari ibu memberiku bekal dua buah donat keju.” Jelas Naya kemudian.
Dona menyadari satu hal. Walaupun masih baru dan bukan berasal dari keluarga kaya, Naya bisa bergaul dengan baik bersama teman-teman lainnya. Tidak seperti dia yang suka menyendiri dan bersikap sombong.
“Terima kasih ya, Nay,” ucap Dona sambil mencoba tersenyum
“Iya, sama-sama. Kamu mau bersahabat denganku, bukan?” tanya Naya

Dona mengangguk. Terlukis senyum indah di wajahnya.

No comments:

Post a Comment